Indonesia, sebagai negara kepulauan terbesar di dunia dengan lebih dari 17.000 pulau dan ratusan suku bangsa, telah lama dikenal dengan semboyan “Bhinneka Tunggal Ika”—berbeda-beda tetapi tetap satu. Namun, dalam dua dekade terakhir, semangat persatuan ini mulai diuji oleh dinamika politik, ekonomi, dan sosial yang semakin kompleks.
1. Sentralisasi vs. Desentralisasi: Ketimpangan yang Menghimpit
Sejak reformasi 1998, Indonesia menerapkan sistem otonomi daerah untuk memberikan kewenangan lebih kepada pemerintah daerah. Namun, implementasi otonomi ini sering kali terhambat oleh kontrol fiskal yang ketat dari pemerintah pusat. Meskipun daerah memiliki kewenangan administratif, mereka masih sangat bergantung pada dana transfer dari pusat, yang sering kali tidak mencerminkan kebutuhan riil daerah tersebut.
Selain itu, kebijakan-kebijakan yang tidak sensitif terhadap konteks lokal sering kali memperburuk ketimpangan. Misalnya, dalam penanganan pandemi COVID-19, terdapat ketidaksesuaian antara kebijakan pusat dan respons daerah, yang mencerminkan kurangnya koordinasi dan pemahaman terhadap kondisi lokal . (Indonesia Country Report 2024 – bti-project.org)
2. Ancaman Demokrasi: Militerisasi Pemerintahan
Pada Maret 2025, DPR Indonesia mengesahkan revisi Undang-Undang Tentara Nasional Indonesia (TNI) yang memungkinkan anggota militer untuk menduduki posisi-posisi strategis di pemerintahan tanpa harus mengundurkan diri dari dinas militer . Langkah ini memicu protes dari kelompok pro-demokrasi dan organisasi hak asasi manusia yang khawatir akan kembalinya dominasi militer dalam politik, mengingat sejarah panjang Indonesia yang pernah berada di bawah rezim otoriter militer. (Why Indonesia’s new military law is alarming pro-democracy …)
3. Ketidakpedulian Masyarakat Sipil dan Intelektual
Meskipun terdapat kesadaran akan potensi perpecahan, banyak kalangan intelektual dan masyarakat sipil yang tampaknya kurang peka terhadap ancaman ini. Alih-alih mendorong perubahan struktural yang mendalam, kebanyakan terjebak dalam rutinitas akademik atau birokratis yang tidak menyentuh akar masalah. Padahal, peran mereka sangat krusial dalam membentuk opini publik dan mendorong kebijakan yang inklusif serta adil.
4. Pengaruh Eksternal: Kekuatan Besar yang Mengincar Sumber Daya Alam
Dalam skenario terburuk, jika Indonesia mengalami disintegrasi, wilayah-wilayah yang kaya sumber daya alam berisiko jatuh ke dalam pengaruh kekuatan besar seperti Amerika Serikat dan China. Kedua negara ini memiliki kepentingan strategis di kawasan Asia Tenggara dan telah menunjukkan minat terhadap sumber daya alam Indonesia. Peta pengaruh ini bukanlah spekulasi belaka, melainkan kenyataan geopolitik yang harus diwaspadai.
5. Peluang untuk Perubahan: Menuju Negara Federasi
Beberapa kalangan berpendapat bahwa untuk mencegah perpecahan, Indonesia perlu bertransformasi menjadi negara federasi, seperti yang pernah diamanatkan dalam UUD RIS 1949. Dalam sistem federasi, daerah diberikan kewenangan lebih besar dalam mengelola urusan domestiknya, termasuk dalam hal ekonomi dan budaya. Hal ini tidak hanya akan mengurangi ketimpangan, tetapi juga memperkuat rasa memiliki terhadap negara.
6. Langkah Strategis yang Diperlukan
Untuk mencegah disintegrasi, diperlukan langkah-langkah strategis yang konkret, antara lain:
- Implementasi Otonomi Daerah Penuh: Memberikan kewenangan penuh kepada daerah dalam mengelola sumber daya alam dan kebijakan lokal tanpa intervensi pusat yang berlebihan.
- Reformasi Militer: Menjaga agar militer tetap profesional dan tidak terlibat dalam politik praktis, guna memastikan demokrasi tetap terjaga.
- Pemberdayaan Masyarakat Sipil: Melibatkan masyarakat sipil dan intelektual dalam proses pembuatan kebijakan, agar kebijakan yang dihasilkan lebih inklusif dan responsif terhadap kebutuhan rakyat.
- Diplomasi Internasional: Menguatkan posisi Indonesia di forum internasional untuk mencegah campur tangan eksternal yang dapat memperburuk situasi.
7. Kesimpulan
Indonesia saat ini berada di persimpangan jalan. Tanpa langkah-langkah strategis yang tepat, ancaman perpecahan bukanlah hal yang mustahil. Namun, dengan komitmen untuk melakukan reformasi struktural dan melibatkan seluruh elemen bangsa, Indonesia masih memiliki peluang untuk menjaga keutuhan dan keberagaman yang telah menjadi ciri khasnya.
Sebagai bangsa yang besar dan beragam, Indonesia memiliki potensi untuk menjadi contoh bagi dunia dalam mengelola keberagaman dan menjaga persatuan. Namun, semua itu memerlukan kesadaran kolektif dan tindakan nyata dari seluruh elemen bangsa.