Dalam beberapa tahun terakhir, dunia bisnis di Jepang telah mengalami perkembangan yang cukup unik dengan munculnya layanan pengunduran diri atau taishoku daiko. Layanan ini memungkinkan karyawan untuk berhenti dari pekerjaan tanpa harus menghadapi atasan mereka secara langsung. Dengan membayar biaya tertentu, perusahaan penyedia layanan ini akan menghubungi atasan klien, menyampaikan niat pengunduran diri, dan mengurus semua korespondensi terkait pemutusan hubungan kerja. Layanan semacam ini mendapat permintaan yang cukup tinggi karena banyak karyawan yang merasa tidak nyaman menghadapi suasana kerja yang penuh tekanan, seperti menghadapi supervisor yang keras, menghadapi perasaan bersalah, atau dipaksa untuk bertahan di tempat kerja.
Salah satu penyedia layanan pengunduran diri terkenal di Jepang adalah Momuri, yang namanya diambil dari frasa Mo muri yang berarti “Saya tidak tahan lagi”. Namun, baru-baru ini, Momuri mengalami situasi yang tidak biasa ketika mereka dihubungi oleh penyedia layanan pengunduran diri lain yang memberitahukan bahwa salah satu karyawan Momuri sendiri, yang akan kita sebut sebagai A-san, telah menyewa jasa mereka untuk mengundurkan diri.
Sebelum menjadi karyawan, A-san sebenarnya pernah menjadi klien Momuri saat memutuskan keluar dari pekerjaan sebelumnya. Ketika Momuri membuka lowongan untuk posisi paruh waktu, A-san melamar dan diterima meskipun riwayatnya menunjukkan sering berpindah pekerjaan dalam waktu singkat. Namun, selama bekerja di Momuri, A-san jarang masuk kerja dengan alasan kesehatan dan sering meminta izin tidak masuk.
Pada hari Senin yang lalu, A-san dijadwalkan bekerja, tetapi Momuri menerima panggilan telepon dari penyedia layanan pengunduran diri lain yang mengabarkan bahwa A-san telah memutuskan untuk berhenti. Alasan yang disampaikan adalah bahwa ritme pekerjaan di Momuri dirasa terlalu cepat dan tidak sesuai dengan kepribadian A-san.
Dalam cuitan di akun Twitter resminya, Momuri menyatakan bahwa ada kalanya meskipun usaha terbaik telah dilakukan, ketidaksesuaian antara perusahaan dan pekerja tetap dapat terjadi. Momuri memutuskan untuk tidak membujuk A-san agar tetap bertahan, melainkan menganggap ini sebagai pengalaman berharga untuk introspeksi dan perbaikan di masa mendatang. Mereka berkomitmen untuk lebih peka terhadap kekhawatiran pekerja serta berupaya meningkatkan lingkungan kerja. Selain itu, Momuri berharap pengalaman ini dapat membantu mereka dalam memahami perspektif perusahaan saat menerima pemberitahuan pengunduran diri dari pihak ketiga.
Kasus ini menggambarkan sisi kompleks dari hubungan kerja modern di Jepang, di mana tekanan dan dinamika pekerjaan telah melahirkan solusi kreatif, tetapi juga menyoroti tantangan dalam menciptakan lingkungan kerja yang sehat dan sesuai bagi semua pihak.