Oleh: Damai Hari Lubis – Pengamat KUHP (Kebijakan Umum Hukum dan Politik)
Ketentuan Proyek Strategis Nasional (PSN) merupakan kesepakatan antara pemerintah dan pihak swasta (Aguan Cs) yang dalam praktiknya merupakan materiele daad yang keliru. Tak hanya bertentangan dengan konstitusi, pelaksanaannya pun sarat dengan praktik kejahatan. Oleh karena itu, keputusan terkait PSN dapat dibatalkan demi hukum.
Pertanyaannya, di mana pembatalan tersebut dapat dilakukan? Di PTUN atau PN dengan metode onrechtmatige overheidsdaad (OOD)? Atau di MA? Sebab, norma yang mengatur umumnya berbentuk regeling (produk kementerian), sedangkan sebagian lainnya berupa beschikking (putusan individual).
Namun, jika gugatan kalah akibat para hakim yang memiliki nalar rusak—bahkan bejat moral—maka kekalahan rakyat justru akan menjadi penguat legitimasi bagi Aguan Cs.
Sertifikat di Atas Laut: Modus Kejahatan Berkedok Hukum
Terkait dengan penerbitan sertifikat tanah di atas laut dengan dalih “tanah timbul,” ada modus yang harus diwaspadai. Sertifikat Hak Guna Bangunan (HGB) dan Sertifikat Hak Milik (SHM) yang belum mencapai lima tahun dapat dibatalkan dengan cara tertentu. Modus yang kerap digunakan adalah menjadikan orang tua sebagai pewaris (seolah-olah telah meninggal), sementara anaknya bertindak sebagai pihak yang melepaskan hak atas tanah tersebut.
Seharusnya, jika para pewaris yang masih hidup memiliki keberanian untuk menggugat, sertifikat tersebut bisa dibatalkan. Namun, kemungkinan besar mereka akan takut mengajukan gugatan karena ancaman intimidasi. Preman berseragam loreng atau coklat akan datang siang dan malam untuk menekan mereka.
Selain itu, jika pihak pewaris atau ahli waris palsu melakukan pelepasan hak di bawah perlindungan kekuasaan, maka gugatan dapat diajukan dengan menggunakan Jaksa sebagai pengacara negara (sesuai UU Kejaksaan).
Namun, ada solusi lebih sederhana yang sesuai dengan asas contante justitia—proses hukum yang murah, cepat, dan sederhana. BPN dapat bersikap proaktif dengan mengundang para pewaris yang masih hidup untuk memberikan keterangan resmi dalam Berita Acara Pemeriksaan (BAP) di hadapan tim BPN. Jika terbukti bahwa mereka tidak pernah memiliki tanah tersebut, maka BPN dapat menggunakan kewenangannya untuk mencabut sertifikat awal serta seluruh sertifikat peralihan yang telah diterbitkan atas nama mafia tanah yang bersembunyi di balik kelompok oligarki.
Negara Berwenang Mencabut Sertifikat Atas Tanah yang Musnah
BPN, sebagai lembaga negara atau tim ad hoc yang dibentuk oleh pemerintah, memiliki kewenangan untuk mencabut sertifikat tanah, terutama jika tanah tersebut dulunya daratan tetapi kini telah menjadi laut. Hal ini sesuai dengan ketentuan dalam:
- UU No. 5 Tahun 1960 tentang Pokok Agraria
- Pasal 66 Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 18 Tahun 2021
Dengan dasar hukum ini, tanah di atas laut tidak mungkin dimiliki oleh WNI, apalagi WNA, dengan tanda kepemilikan berupa HGB atau SHM. Jika ada lahan yang telah bersertifikat atas nama WNA, itu adalah indikasi kuat adanya praktik kejahatan oligarki. Lebih jauh, ini dapat dikategorikan sebagai tindakan makar atau aanslag karena menjual kedaulatan negara kepada pihak asing.
Kesimpulan
Kepemilikan tanah di atas laut adalah hal yang mustahil, kecuali jika tanah tersebut merupakan hasil reklamasi yang dibangun melalui kejahatan. Jika ditemukan satu saja lahan bersertifikat atas nama WNA, maka hal itu merupakan indikasi kuat adanya sindikat oligarki yang berpotensi melakukan kejahatan besar terhadap kedaulatan negara.