Dalam kehidupan, baik di bidang politik maupun sosial, “kebenaran” adalah konsep universal yang diakui dalam berbagai budaya, agama, dan filsafat sebagai sesuatu yang tidak dapat dihancurkan oleh kebohongan. Dalam konteks politik modern, seperti fenomena pencitraan yang sering kali digunakan untuk membangun persepsi tertentu, kebenaran memiliki kekuatan yang tak terelakkan untuk mengungkapkan dirinya, walau kadang memerlukan waktu. Dalam kitab suci Al-Qur’an, Allah berfirman dalam Surat Al-Isra ayat 81, “dza’a-l-haqq wa zahaqol batil – innal batila kana zahuqo” (yang artinya “Telah datang kebenaran, dan telah lenyaplah kebatilan, sesungguhnya kebatilan itu pasti lenyap”). Ayat ini mengingatkan kita bahwa kebenaran akan selalu menang atas kebatilan, dan kebohongan hanya bersifat sementara.
Pernyataan ini relevan dalam konteks pencitraan politik. Pencitraan yang dilekatkan pada figur pemimpin, seperti yang sering disematkan pada Presiden Jokowi, mungkin memberikan efek sementara dalam membentuk opini publik. Misalnya, pembangunan infrastruktur besar-besaran yang menjadi salah satu pilar utama kepemimpinan Jokowi sering dipromosikan sebagai simbol kemajuan dan keberhasilan. Namun, apakah pencapaian-pencapaian ini sejalan dengan kesejahteraan rakyat yang merata, ataukah hanya menjadi wajah dari realitas yang lebih dalam dan kompleks? Kebenaran dari dampak sosial dan ekonomi sebenarnya akan terungkap, karena bagaimanapun, hukum alam memastikan bahwa realitas yang sesungguhnya akan muncul ke permukaan.
Dari perspektif filosofis, kebenaran dapat dianalogikan seperti matahari yang tertutup awan. Awan dapat menutupi sinarnya untuk sementara waktu, tetapi pada akhirnya, awan akan menghilang, dan sinar matahari akan bersinar kembali. Kebohongan atau pencitraan mungkin tampak berhasil untuk sesaat, namun kenyataan tidak dapat ditutupi selamanya. Dalam konteks politik, ini berarti bahwa tidak peduli seberapa kuat narasi yang dibangun, dampak nyata dari kebijakan seorang pemimpin akan terlihat pada rakyatnya. Ketika rakyat mengalami ketidakadilan, ketimpangan ekonomi, atau ketidakpastian hukum, pada akhirnya kenyataan ini akan mengalahkan retorika yang dibangun dengan narasi-narasi pencitraan.
Banyak pemikir besar dari berbagai zaman juga menyuarakan konsep ini. Aristoteles, misalnya, menyatakan bahwa “Kebenaran adalah dasar dari setiap masyarakat yang stabil.” Ketika suatu masyarakat berdiri di atas fondasi kebohongan atau manipulasi, pada akhirnya struktur itu akan goyah dan runtuh. Di zaman modern, George Orwell dalam karya-karyanya kerap memperingatkan akan bahaya totalitarianisme yang mencoba menutupi kebenaran melalui propaganda. Namun, sebagaimana yang disiratkan dalam karyanya 1984, bahkan di bawah tekanan terberat, manusia memiliki naluri untuk mencari dan memperjuangkan kebenaran.
Lalu, mengapa kebenaran tidak dapat dilenyapkan? Menurut hukum alam, setiap tindakan memiliki konsekuensi, dan kebohongan hanyalah tindakan sementara yang tidak berdasar kuat. Kebohongan tidak memiliki landasan yang kokoh, sedangkan kebenaran memiliki sifat yang abadi karena kebenaran adalah cerminan dari kenyataan. Dalam teori relativitas Einstein, kita mengetahui bahwa segala sesuatu yang memiliki massa dan energi tetap ada dalam alam semesta ini. Dengan analogi yang sama, kebenaran memiliki “massa moral” yang tak dapat dihancurkan oleh energi negatif dari kebohongan. Alam semesta, dalam segala keteraturannya, memihak kebenaran karena kebenaran adalah bagian dari keseimbangan yang menjaga alam semesta tetap harmonis.
Pada akhirnya, sebagaimana pesan dalam Al-Qur’an, “kebenaran akan tiba” dan “kebatilan pasti lenyap.” Pesan ini memberikan optimisme bahwa meski pencitraan dapat digunakan sebagai alat politik, kebenaran akan tetap menjadi suara yang tidak bisa dibungkam. Kebenaran mungkin muncul terlambat, namun kemunculannya adalah kepastian. Maka dari itu, bagi setiap pemimpin dan masyarakat, adalah penting untuk selalu berpegang pada kebenaran, karena ketika kebenaran tiba, ia akan mengubah segala hal yang salah dan membangun dasar bagi keadilan yang sejati.