Oleh: Jaya Suprana, Pendiri Sanggar Pembelajaran Kemanusiaan
Akibat ambang batas pencalonan presiden yang berlaku di Indonesia masa kini dianggap tidak sesuai dengan UUD 1945, maka di samping apa yang disebut sebagai Omnibus Law, Presidential Threshold juga merupakan gugatan yang diajukan ke Mahkamah Konstitusi.
Demokrasi
Wajar di alam demokrasi, apa pun niscaya menghadapi pro dan kontra. Termasuk Presidential Threshold. Yang pro merasa yakin bahwa Presidential Threshold yang berlaku di Indonesia masa kini sampai dengan Pilpres 2024, tidak perlu digugat sebab sudah sempurna tepat dan benar demi menghadirkan demokrasi di persada Indonesia masa kini dan masa depan.
Yang kontra merasa yakin Presidential Threshold yang berlaku di Indonesia masa kini sampai dengan Pilpres 2024 hukumnya wajib harus digugat, sebab sama sekali tidak tepat dan benar sehingga merusak demokrasi di persada Indonesia masa kini dan masa depan.
Partai-partai kecil yang merasa tidak mampu memenuhi syarat ambang batas pemilihan presiden merasa tidak nyaman dengan Presidential Threshold yang berlaku di masa kini sampai dengan Pilpres 2024.
Rakyat
Sebagai seorang rakyat jelata, bukan anggota parpol mana pun, sambil sadar-diri untuk tidak berani berambisi menyapreskan diri sebab mustahil ada rakyat kecuali diri saya sendiri sudi menyalonkan apalagi memilih saya sebagai presiden, maka saya tidak berani melibatkan diri ke dalam kemelut debat polemik pro-kontra Presidential Threshold 0 persen.
Namun sebagai rakyat jelata yang memilihi hak asasi untuk berpendapat serta menyampaikan pendapat, maka dengan penuh kerendahan hati saya memberanikan diri untuk bergabung ke sesama warga yang memohon perkenan Mahkamah Konstitusi menurunkan ambang batas pemilihan presiden sampai dengan titik nol persen alias 0 persen.
Permohonan saya sama sekali bukan untuk kepentingan diri saya sendiri yang sama sekali tidak layak dan tidak mampu menjadi capres untuk ikut berlaga di pilpres 2024.
Permohonan saya sepenuhnya untuk kepentingan beberapa warga Indonesia yang menurut keyakinan saya cukup layak dan cukup mampu menjadi capres untuk ikut berlaga di Pilpres 2024.
Kebijakan dan kearifan
Sebenarnya para parpol besar tidak perlu kuatir terhadap Presidential Threshold 0 persen, sebab akhirnya yang memilih presiden bukan parpol tetapi rakyat. Memang dengan Presidential Threshold 0 persen para parpol kecil bisa menyalonkan capres masing-masing. Namun akhirnya yang memilih, menentukan siapa layak menjadi presiden tetap bukan parpol, tetapi rakyat.
Jika capres parpol besar memang disukai, maka dipilih oleh rakyat serta-merta, dengan sendirinya secara kodrati capres parpol kecil kalah dalam pilpres.
Dari konstelasi titik-titik probabilitas dapat ditarik kesimpulan bahwa Presidential Threshold 0 persen lebih berpihak ke rakyat ketimbang parpol. Namun akhirnya keputusan akhir tentang Presidential Threshold sepenuhnya terserah kepada kebijakan serta kearifan para pemegang wewenang tertinggi atas konstitusi, yaitu para anggota dewan, hakim Mahkamah Konstitusi, untuk memilih demi menentukan sikap berpihak ke kepentingan parpol atau berpihak ke kepentingan rakyat. MERDEKA!
(Dikutip dari Kompas.com, Kamis 13 Januari 2022.)