Oleh Sadarudin el Bakrie*
Baik Putin maupun Sadam menyerang negara tetangga yang lebih kecil sebagai bagian dari dinamika sejarah pasca bubarnya raksasa Uni Soviet yang disusul berakhirnya Perang Dingin.
Saat militer Rusia melanjutkan serangannya ke Ukraina, dinamikanya mirip dengan peristiwa lain ketika negara lain yang lebih besar menginvasi tetangganya yang lebih kecil. Invasi Irak ke Kuwait pada Agustus 1990 menawarkan pelajaran berharga tentang mengapa sebuah negara menginvasi negara lain di era pasca-Perang Dingin.?
Tentu saja, ada perbedaan substansial antara Vladimir Putin dan Saddam Hussein, baik Rusia maupun Irak. namun kedua peristiwa tersebut merupakan bagian dari dinamika sejarah yang dimulai setelah Perang Dingin. berakhir
Pertama, untuk membenarkan dan melegitimasi serangan tersebut kedua pemimpin itu menyangkal sejarah tetangga mereka yang lebih kecil . Kedua, baik Rusia maupun Irak adalah negara petrostat yang punya kemampuan membiayai militer besar. Ketiga, kedua pemimpin memimpin negara yang memiliki sedikit akses ke pelabuhan dan laut lepas. Keempat, keduanya membuat keputusan kebijakan luar negeri berdasarkan perhitungan keamanan dalam negeri. Terakhir, kedua invasi tersebut berupaya untuk merestrukturisasi tatanan keamanan pasca Perang Dingin di wilayahnya masing-masing.
sumber : TRT World / Ibrahim Al Marashi
Imperium Perang Dingin
Sejarah adalah medan perang atas ingatan di masa sekarang, di mana peristiwa masa lalu menjadi senjata pembenar. Rusia menggambarkan dinamika ini menjelang serangannya ke Ukraina
Saddam Hussein berpendapat berdasarkan sejarah Kuwait itu wilayah Irak dibawah kekuasaan provinsi Basrah, . Menurut argumennya, hanya intervensi kolonial Inggris yang memisahkan Kuwait dari Imperium Ottoman. Pasca i Ottoman runtuh, Kuwait selalu berjuang mempertahankan kemerdekaan dari Irak tetangganya yang lebih besar di utara,
Perang Dunia I tidak hanya menyebabkan runtuhnya raksasa Ottoman Turki tetapi juga raksasa Rusia. Ukraina menikmati periode kemerdekaan yang singkat sebelum dimasukkan ke dalam Uni Soviet, imperium neo-Rusia meski menolak untuk menyebut dirinya seperti itu.
Ketika Uni Soviet bubar pada tahun 1989. Tahun 1990, Irak tidak lagi mendapat dukungan dari pelindung bersejarahnya. Irak menginvasi Kuwait karena berbagai alasan, tetapi salah satunya adalah memberi AS dan komunitas internasional fait accompli. Dalam menginvasi Kuwait, Irak berupaya menunjukkan kepada tetangga regionalnya dan tatanan internasional bahwa itu adalah kekuatan terkuat di Timur Tengah.
Pasca bubarnya Uni Soviet, pada tahun 1991 Ukraina meraih kemerdekaan lagi. Serangan Rusia ini merupakan upaya menunjukkan kepada AS dan tetangga regionalnya bahwa Rusia adalah kekuatan terkuat di Eropa.
Dengan kata lain, kedua kasus tersebut merupakan upaya untuk mendapatkan pengakuan kekuasaan setelah berakhirnya persaingan bipolar antara AS dan Uni Soviet.
Tindakan semacam itu sebenarnya didorong oleh perhitungan politik murni, yang dibentuk oleh wilayah di mana negara-negara ini berada.
Mengklaim bahwa kedua negara pernah menjadi bagian dari upaya tetangga yang lebih besar untuk membangun realitas , apakah itu Irak atau Rusia.
Aspek Militer
Baik Rusia maupun Irak adalah negara yang mempunyai sumber daya alam seperti hidrokarbon, termasuk minyak dan gas. Dengan pendapatan dari sumber daya alam yang besar itu, Putin dan Saddam bisa membangun militer terbesar di wilayahnya masing-masing.
Militer yang besar harus dilengkapi Angkatan Laut yang tangguh itulah mengapa kedua negara tersebut menginginkan pelabuhan laut besar. Baik Ukraina maupun Kuwait memiliki pelabuhan laut dalam di mana masing-masing negara dapat memproyeksikan kekuatan angkatan laut ke Laut Hitam dan Teluk, masing-masing dibatasi oleh saluran air sempit, Rusia Selat Bosporus dan Irak Selat Hormuz. Tujuannya, memproyeksikan kekuasaan atas saluran air yang sempit itu, untuk memenuhi kebutahan angkatan laut yang besar.
Saddam gagal dalam upayanya untuk merebut pelabuhan Kuwait, namun Rusia berhasil mengamankan pelabuhan Krimea Sevastopol dari Ukraina pada tahun 2014. Serangannya ke Ukraina melalui darat juga mengirimkan ancaman implisit ke Türkey
Rasionalisasi Domestik.
Ketika Saddam dan Putin memobilisasi pasukan di perbatasan tetangga mereka yang lebih kecil, mundur akan membuat mereka tampak lemah di hadapan pasukan keamanan dan kekuatan yang menopang setiap pemimpin.
Serangan ke Kuwait dan Ukraina menunjukkan bagaimana kedua pemimpin berusaha untuk meyakinkan simpul internal mereka untuk mendukung tekad mereka.
Salah satu alasan Saddam menginvasi Kuwait adalah untuk menghukum Kuwait karena keengganannya untuk menghapus hutang Irak dari mengambil pinjaman untuk membiayai Perang Iran-Irak dari 1980 hingga 1988.
Serangan penuh Rusia di Ukraina bertujuan untuk menghukum Ukraina karena mempertimbangkan untuk bergabung dengan NATO dan bergerak menuju UE..
Jika tidak ada pemimpin yang “menghukum” negara-negara yang lebih lemah, baik Putin maupun Saddam akan kehilangan rasa hormat dari konstituen internal mereka.
Apa yang tidak diperhitungkan Saddam adalah tekad AS meskipun terlambat – untuk menanggapi invasi Irak dan mengembangkan koalisi internasional untuk mengusirnya dari Kuwait.
Implikasi dari serangan Rusia sekarang berada di tangan komunitas internasional dan bagaimana PBB, NATO, dan Uni Eropa bereaksi.
Perang Teluk 1990 hingga 1991 melambangkan dekade berikutnya dari unipolaritas militer Amerika. Sampai sekarang, terserah kepada lembaga-lembaga internasional ini untuk memutuskan seperti apa dekade ketiga abad ke-21: dekade di mana agresi tidak dihukum, atau dekade di mana multilateralisme akhirnya dapat menghalangi tindakan semacam itu.