Oleh: Acep Kuswandi
Jakarta, Fusilatnews – Entah sudah berapa kali pihak Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyebut nama Hasto Kristiyanto. “Sekretaris Jenderal PDI Perjuangan itu nampaknya begitu ‘seksi’ bagi KPK, sehingga namanya kerap disebut, bahkan mungkin ‘dijual’ demi kepentingan KPK sendiri,” kata Calon Pimpinan KPK 2019-2024 Karyudi Sutajah Putra atau yang akrab disapa KSP di Jakarta, Kamis (10/10/2024).
Kalau tidak oleh unsur pimpinan seperti Nawawi Pamolango, Nurul Ghufron atau Alexander Marwata, kata KSP, penyebutan nama Hasto itu dilakukan oleh Juru Bicara KPK Tessa Mahardika. “Kalau tidak oleh Juru Bicara, ya oleh Direktur Penyidikan Asep Guntur Rahayu,” cetus KSP yang juga Analis Politik pada Konsultan dan Survei Indonesia (KSI).
Kalau tidak dalam kasus suap Harun Masiku, kata KSP, penyebutan nama Hasto itu dilakukan KPK dalam kasus korupsi di Direktorat Jenderal Kereta Api (DJKA) Kementerian Perhubungan (Kemenhub). “Pokoknya, nama Hasto Kristiyanto begitu ‘seksi’ bagi KPK,” tukasnya.
Teranyar, kata KSP, Direktur Penyidikan KPK Asep Guntur Rahayu, Selasa (8/10/2024), menyatakan pihaknya sedang mendalami dugaan keterlibatan Hasto Kristiyanto dalam kasus korupsi di DJKA Kemenhub. “Mungkin KPK merasa kalau sudah menyebut nama Hasto berarti sudah bekerja. Bahkan kerja keras,” sindirnya.
Diketahui, nama Hasto Kristiyanto kerap dikaitkan dengan kasus suap Harun Masiku, bekas calon anggota legislatif DPR RI dari PDIP yang menjadi buron sejak Januari 2020. “Mungkin merasa frustrasi setelah nyaris lima tahun gagal menangkap Harun, KPK pun menyebut nama Hasto yang pernah diperiksa sebagai saksi. Seolah kalau sudah menyebut nama Hasto berarti KPK merasa sudah bekerja dan serius dalam upaya menangkap Harun Masiku. Faktanya: zonk!” tegas KSP.
Begitu pun dalam kasus korupsi di DJKA Kemenhub, menurut KSP, ketika sudah menyebut nama Hasto, KPK seolah merasa sudah bekerja keras dan serius, sampai-sampai sekjen partai politik terbesar di Indonesia pun KPK berani memanggilnya.
“Tapi semua itu ternyata zonk alias nol besar. Faktanya, hingga hari ini Hasto masih melenggang bebas, baik dalam kasus suap Harun Masiku atau pun kasus korupsi di DJKA Kemenhub,” sindirnya lagi.
Ibarat petir menyambar-nyambar, hujannya tak turun-turun. “KPK gencar ‘menjual’ nama Hasto sekadar untuk pencitraan belaka, seolah KPK serius bekerja dalam dua kasus itu,” sesalnya.
Mengapa Hasto tak kunjung tersentuh? “Bisa jadi karena KPK tak punya alat bukti yang cukup untuk menjerat Hasto sebagai tersangka, baik dalam kasus suap Harun Masiku atau pun kasus korupsi di DJKA,” papar KSP.
Pemanggilan Hasto sebagai saksi atau sekadar penyebutan namanya yang terkesan dipaksakan, disinyalir KSP hanya untuk pencitraan KPK belaka di satu sisi, dan di sisi lain untuk menarik perhatian Presiden Jokowi.
“Mengapa nama Hasto kerap disebut? Sebab sensitivitasnya cukup tinggi. Nilai ‘jual’-nya relatif tinggi. Nama Hasto ‘marketable’ atau ‘kemedol’. Seolah-olah KPK perkasa dan berani melawan parpol terbesar di Indonesia,” tuturnya.
Sisi lain, lanjut KSP, mungkin KPK sedang mencari muka ke Presiden Jokowi. “Maka, begitu Jokowi pecah kongsi dengan PDIP, nama Hasto langsung dimunculkan. Tujuannya: menarik perhatian Jokowi!” ucapnya.
Pada 20 Oktober nanti, Presiden Jokowi akan “lengser keprabon (tanpa) madeg pandhita”. Apakah mama Hasto Kristiyanto akan tetap dijadikan komoditas politik yang “dijual” demi keuntungan KPK?
“Kita tunggu saja tanggal mainnya. Yang jelas, semua Pimpinan KPK pada Desember nanti akan berganti, dan hanya menyisakan satu nama yang mungkin akan bertahan, yakni Johanis Tanak jika nanti lolos dalam ‘fit and proper test’ (uji kelayakan dan kepatutan) oleh DPR. Jika Pimpinan KPK berganti, maka orientasi mereka pun berganti. Nama Hasto Kristiyanto bisa jadi tak ‘seksi’ lagi,” tandas KSP.