Oleh: Karyudi Sutajah Putra
Jakarta, Fusilatnews – Pembicaraan terkait pencalonan tunggal untuk Gubernur Daerah Khusus Jakarta yang ramai belakangan merupakan bentuk pencederaan atas nilai-nilai demokrasi. Salah satu prinsip utama demokrasi adalah kontestasi, di mana berbagai calon bersaing secara sehat untuk mendapatkan dukungan rakyat.
“Pencalonan tunggal tidak hanya mereduksi esensi demokrasi, tetapi juga mengindikasikan adanya praktik-praktik tidak sehat dalam proses pemilihan,” kata Ketua Perhimpunan Bantuan Hukum dan Hak Asasi Manusia Indonesia (PBHI) Julius Ibrani dalam rilisnya, Jumat (16/8/2024).
Baru-baru ini, PBHI menerima sejumlah pengaduan terkait dugaan pencurian data pribadi warga, termasuk Kartu Tanda Penduduk (KTP) milik 2 anak mantan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan.
Data KTP warga, setelah diperiksa di portal resmi KPU dan KPUD, diduga digunakan secara ilegal untuk mendukung pencalonan gubernur atas nama Dharma Pongrekun, Wakil Ketua BSSN periode 2019-2021 yang berpasangan dengan Kun Wardana.
“Dugaan ini menunjukkan adanya pelanggaran serius terhadap hak-hak pribadi warga serta kelalaian atau bahkan kesengajaan dalam proses administrasi pemilu,” jelas Julius.
Pencurian data pribadi ini, katanya, melanggar ketentuan prosedural Pemilu dan Pemilukada terkait administrasi syarat KTP pendukung yang diatur pada Pasal 41 UU No 10 Tahun 2016 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota, yang mengatur syarat minimal dukungan calon perseorangan atau non-partai sebesar 6,5% sampai 10% yang harus dibuktikan dengan pengumpulan KTP pendukung.
“Oleh karena itu, KPUD harus membatalkan pencalonan Dharma Pongrekun-Kun dan Bawaslu perlu segera menindak tegas kasus ini,” pintanya.
Selain itu, kata dia, pencurian data pribadi ini juga merupakan tindak pidana berdasarkan UU Perlindungan Data Pribadi (UU PDP).
Pasal 65 UU PDP, kata Julius, melarang secara melawan hukum memperoleh atau mengumpulkan data pribadi untuk keuntungan pribadi. “Berdasarkan Pasal 67 UU PDP, pelanggaran ini dapat dikenai pidana penjara maksimal 5 tahun dan/atau pidana denda maksimal Rp5 miliar,” paparnya.
Julius kemudian menegaskan, pertama, Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan KPU Daerah Jakarta harus segera memeriksa ulang data KTP yang dikumpulkan atas nama calon independen Dharma Pongrekun-Kun. “Jika terbukti ada penyalahgunaan data, pencalonan Dharma Pongrekun-Kun harus segera dicabut atau dibatalkan,” tukasnya.
Kedua, Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) diharapkan segera melakukan investigasi mendalam terhadap kecerobohan atau pelanggaran yang dilakukan oleh KPU dalam meresmikan calon gubernur independen atas nama Dharma Pongrekun-Kun.
“Langkah penindakan yang tegas harus diambil untuk mencegah terulangnya kejadian serupa di masa mendatang,” cetusnya.
Ketiga, PBHI akan melaporkan dugaan tindak pidana pencurian data pribadi ini ke Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Mabes Polri untuk ditindaklanjuti sesuai hukum yang berlaku.
“Tindakan hukum yang tegas perlu diambil untuk memberikan efek jera dan menjaga integritas proses pemilu,” tutur Julius.
Julius pun menandaskan, pencalonan tunggal dan kecurangan melalui pencurian data pribadi tidak hanya merusak proses demokrasi, tetapi juga merupakan pelanggaran hukum bahkan tindak pidana.
“Demokrasi yang sehat membutuhkan kontestasi yang adil dan transparan, sehingga dibutuhkan tindakan tegas dan segera untuk diambil supaya dapat menjaga integritas demokrasi dan melindungi hak-hak warga negara. PBHI akan terus mengawal kasus ini dan memastikan hak-hak warga terjaga dan keadilan ditegakkan,” pungkasnya.