Oleh: Karyudi Sutajah Putra, Analis Politik pada Konsultan dan Survei Indonesia (KSI)
Jakarta, Fusilatnews – Anomali politik sedang terjadi di Jakarta. Meskipun elektabilitas Anies Baswedan sejauh ini merupakan yang tertinggi di antara kandidat-kandidat lainnya, namun tak satu pun partai politik mau mengusung Gubernur DKI Jakarta 2012-2022 itu sebagai calon gubernur pada Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Jakarta 2024, Rabu (27/8/2024) mendatang.
Tiga parpol yang semula hendak mengusung Anies, yakni Partai Nasdem, Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) dan Partai Keadilan Sejahtera (PKS) kini justru sedang mempertimbangkan untuk bergabung dengan Koalisi Indonesia Maju (KIM), sehingga nantinya disebut KIM Plus, dengan meninggalkan Anies Baswedan.
KIM adalah koalisi parpol-parpol yang pada Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024 lalu, Rabu (14/2/2024), mendukung pasangan calon presiden-wakil presiden, Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka yang juga didukung Presiden Joko Widodo. Yakni, Partai Golkar, Partai Gerindra, Partai Demokrat dan Partai Amanat Nasional (PAN).
Golkar sendiri sudah memutuskan untuk mengusung Ridwan Kamil sebagai cagub Jakarta. Ada isu, bekas Gubernur Jawa Barat itu akan dipasangkan dengan Suswono, bekas Menteri Pertanian dari PKS. Minimal Golkar akan berkoalisi dengan PKS.
Ada isu pula, Kang Emil akan dipasangkan dengan Kaesang Pangarep, Ketua Umum Partai Solidaritas Indonesia (PSI) yang juga putra bungsu Presiden Jokowi. KIM pun diprediksi akan bulat mendukung pasangan Kang Emil-Kaesang.
Kini, praktis hanya PDI Perjuangan yang belum punya kandidat cagub. Parpol yang dipimpin Megawati Soekarnoputri itu pun melirik Anies. Namun, perolehan kursi dan suara partai banteng di Pemilu 2024 tak cukup untuk mengusung cagub sendirian.
PKS yang merupakan pemenang Pemilu 2024 di Jakarta pun tidak cukup kursi dan suaranya untuk mengusung cagub sendirian.
Berdasarkan Pasal 40 Undang-Undang (UU) No 10 Tahun 2016 tentang Pilkada, pasangan calon kepala daerah baru bisa didaftarkan ke Komisi Pemilihan Umum (KPU) jika mendapat dukungan 20% kursi DPRD atau 25 persen suara hasil pemilu terakhir.
Jadi, untuk Pilkada Jakarta, yang dibutuhkan minimal 22 kursi atau 20% dari 106 kursi di DPRD Jakarta, sedangkan yang dimiliki PKS cuma 18 kursi. Masih kurang 4 kursi lagi.
Anies Baswedan, yang dikasih tenggat waktu 4 bulan oleh PKS untuk mencari tambahan minimal 4 kursi lagi dari parpol lain ternyata tak mampu. PKS pun patah arang. Duet Anies Baswedan-Sohibul Iman yang sudah terlanjur dideklarasikan PKS pun ternyata tak mendapat sambutan dari parpol lain.
Alhasil, PKS kemungkinan akan menyerah dengan bergabung ke KIM Plus, apalagi jika benar nanti cawagubnya adalah Suswono.
Kini, Anies berada di persimpangan jalan, antara bisa maju di Pilkada Jakarta 2024 atau tidak. Waktu terus melaju.
Publik pun menantang Anies untuk maju lewat jalur independen di Pilkada Jakarta 2024 sebagaimana pasangan cagub-cawagub, Dharma Pongrekun-Kun Wardana Abiyoto. Namun Anies bergeming. Bekas Menteri Pendidikan dan Kebudayaan ini masih optimistis ada gabungan parpol yang akan mengusungnya.
Adapun dalih Anies tak mau beralih ke jalur independen karena dirinya sudah menjalin kerja sama dengan parpol-parpol sekian lamanya.
Namun, alasan sesungguhnya mungkin karena lewat jalur independen syarat dukungannya begitu berat. Berdasarkan UU Pilkada, syarat dukungan minimal calon independen di Pilkada Jakarta 2024 adalah 618.968 calon pemilih yang dibuktikan dengan Kartu Tanda Penduduk (KTP). Mungkin ini berat bagi Anies.
Di sisi lain, Anies juga tak mau masuk parpol. Jika masuk parpol, PKS misalnya, tentu partai sejuta umat ini tak akan keukeuh mengusung Sohibul Iman sebagai cawagub, yang menjadikan parpol lain enggan berkoalisi dengan PKS.
Di sinilah ambiguitas Anies. Di satu sisi tak mau maju lewat jalur independen, di sisi lain tak mau masuk parpol.
Anies percaya diri karena elektabilitasnya tertinggi. Namun apalah artinya elektabilitas jika akhirnya tak bisa mendaftar ke KPU karena tidak ada dukungan parpol, dan karena lewat jalur independen pun Anies tak mau.