Jakarta-Fusilatnews.– – Kasus dugaan pemerasan yang melibatkan mantan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Firli Bahuri hingga kini masih belum menunjukkan perkembangan signifikan di Polda Metro Jaya. Meski telah lama ditetapkan sebagai tersangka, berkas perkara Firli tak kunjung diserahkan ke Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta untuk ditindaklanjuti.
Kepala Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta, Rudi Margono, mengungkapkan bahwa pihaknya telah memberikan sejumlah instruksi kepada penyidik untuk melengkapi berkas perkara. Salah satu poin penting yang harus diperkuat adalah alat bukti yang terkait dengan unsur pelanggaran yang diduga dilakukan oleh Firli Bahuri.
“Ya, alat bukti terkait dengan penguatan masing-masing unsur misalnya. Tapi perkembangannya silakan tanyakan penyidik,” kata Rudi saat ditemui pada Jumat (9/8/2024). Rudi menegaskan bahwa saat ini kewenangan sepenuhnya ada di tangan penyidik Polda Metro Jaya, dan Kejaksaan masih menunggu pelimpahan berkas yang memadai.
Selain kasus dugaan pemerasan terhadap mantan Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo (SYL), Polda Metro Jaya juga sedang mengusut dugaan tindak pidana pencucian uang (TPPU) yang terkait dengan Firli Bahuri. Rudi menambahkan bahwa demi rasa keadilan, pelimpahan berkas kedua perkara ini sewajarnya dilakukan secara bersamaan.
“Kami berharap tidak ada perkara yang dicicil, sepanjang alat buktinya mendukung. Sehingga tidak melanggar HAM,” pungkas Rudi.
Polda Metro Jaya sebelumnya menetapkan Firli Bahuri sebagai tersangka kasus dugaan pemerasan terhadap Syahrul Yasin Limpo pada 22 November 2023. Namun, meski telah lama ditetapkan sebagai tersangka, Firli hingga kini belum ditahan oleh pihak kepolisian. Polda Metro Jaya justru menyatakan bahwa penyidik tengah mendalami perkara lain yang menjerat Firli, termasuk dugaan TPPU.
“Kami sudah mengantongi alat bukti yang mendukung,” ungkap Direktur Reserse Kriminal Khusus Polda Metro Jaya Kombes (Pol) Ade Safri Simanjuntak. Penyidik juga telah memeriksa seluruh saksi yang diduga mengetahui perkara tersebut, namun proses pemberkasan berjalan lambat.
Kasus ini terus menjadi sorotan publik, terutama terkait lambatnya proses penegakan hukum terhadap seorang mantan pejabat tinggi yang pernah memimpin lembaga antirasuah di Indonesia.