Pernyataan Penjabat (Pj) Gubernur Aceh, Safrizal ZA, mengenai tingginya jumlah orang dengan gangguan jiwa (ODGJ) di Aceh membuka mata banyak pihak terhadap realitas yang sering kali diabaikan. Faktor-faktor seperti tekanan sosial, konflik berkepanjangan, dan bencana telah berkontribusi terhadap tingginya angka gangguan jiwa di provinsi ini. Namun, yang lebih menyedihkan adalah bagaimana masyarakat memperlakukan mereka—dengan stigma, diskriminasi, bahkan pemasungan.
ODGJ dan Hak-Hak Mereka
Dalam banyak kasus, ODGJ diperlakukan sebagai kelompok yang terpinggirkan. Padahal, sebagaimana ditekankan oleh Safrizal, mereka memiliki hak yang sama sebagai warga negara. Setiap individu, termasuk penderita gangguan jiwa, berhak mendapatkan perlakuan manusiawi serta akses terhadap layanan kesehatan yang memadai. Program pencanangan Aceh Eliminasi Pasung merupakan langkah progresif yang bertujuan untuk mengakhiri praktik tidak manusiawi ini. Dengan mengevakuasi ODGJ yang membahayakan ke rumah sakit jiwa alih-alih dipasung, Aceh sedang menapaki jalan menuju kebijakan kesehatan mental yang lebih beradab.
Seuramoe Sehat Jiwa: Fasilitas dan Tantangan
Keberadaan fasilitas layanan kesehatan jiwa seperti Seuramoe Sehat Jiwa di Kuta Malaka, yang mampu menampung 300 pasien, menjadi harapan bagi banyak ODGJ di Aceh. Namun, jumlah tersebut masih jauh dari cukup jika dibandingkan dengan jumlah ODGJ yang mencapai 21.000 orang, di mana 50 persen di antaranya mengalami gangguan jiwa berat. Direktur RSJ Aceh, Dr. Hanif, menegaskan bahwa saat ini ada 114 ODGJ yang masih dipasung di berbagai daerah. Untuk mencapai target eliminasi pasung dalam waktu dekat, diperlukan kerja sama yang erat antara pemerintah, rumah sakit jiwa, serta masyarakat.
Pentingnya Dukungan Keluarga dan Masyarakat
Salah satu penyebab utama pemasungan adalah minimnya pemahaman masyarakat tentang gangguan jiwa. Banyak keluarga yang merasa tidak memiliki pilihan lain karena terbatasnya akses layanan kesehatan mental atau karena takut akan stigma sosial. Oleh karena itu, edukasi masyarakat mengenai gangguan jiwa dan cara menanganinya menjadi kunci utama dalam upaya eliminasi pasung.
Pelatihan keterampilan bagi ODGJ yang telah sembuh juga menjadi aspek penting dalam pemulihan mereka. Dengan adanya rehabilitasi berbasis keterampilan di RSJ Aceh, pasien yang telah pulih diharapkan bisa mandiri dan kembali berbaur dalam masyarakat. Upaya ini bukan hanya memberikan mereka kesempatan kedua dalam hidup, tetapi juga membantu menghapus stigma negatif terhadap gangguan jiwa.
Menuju Aceh Bebas Pasung
Pencanangan Aceh Eliminasi Pasung bukan hanya sekadar janji, tetapi harus menjadi komitmen bersama. Kesuksesan program ini bergantung pada dukungan penuh dari pemerintah daerah, tenaga kesehatan, dan masyarakat luas. Selain itu, kebijakan kesehatan mental harus terus diperkuat dengan alokasi anggaran yang memadai serta peningkatan jumlah tenaga medis yang kompeten di bidang kesehatan jiwa.
Pada akhirnya, gangguan jiwa bukanlah sesuatu yang harus ditakuti atau dijauhi. Sebaliknya, mereka yang mengalami gangguan jiwa membutuhkan perhatian dan dukungan agar bisa mendapatkan kembali hak-hak dasar mereka sebagai manusia. Aceh bebas pasung bukan sekadar impian, tetapi sebuah keharusan demi kemanusiaan.