Oleh : Sadarudin el Bakri*
Inti dari Quote Albert Einstein adalah SIMPLIFIKASI artinya penyederhanaan.
Sejak kita memasuki masa kampanye Pemilihan Presiden 2014 lampau bangsa Indonesia mengawali tahap keterbelahan dan meski bersifat verbal tapi polemik dua kubu, sampai memasuki awal tahun 2022 terus berlangsung semakin memburuk bahkan sampai melebar kearah issue yang sangat berbahaya bagi eksistensi negara Republik Indonesia, yaitu menyangkut issue intoleranisme yang sebenarnya tak perlu karena tidak pernah ada dalam kehidupan masyarakat kita. Issue radikalisme yang secara definisi tidak jelas dan issue terorisme yang dijadikan momentum bagi kelompok Islamophobia dan kelompok pendukung regime untuk menyerang para ulama dan umat Islam yang berseberangan dengan pemerintah. Propaganda Bubarkan MUI menyusul ditangkapnya anggota pengurus MUI oleh Densus 88 adalah contoh bagi perkembangan bangsa Indonesia karena energi dikonsentrasikan pada hal – hal yang tak perlu sedangkan pada bersamaan lembaga – lembaga riset yang punya potensi mendorong kemajuan ilmu pengetahuan dan tekhnologi justru dikebiri.
Sebagai gantinya para intelektual dan politikus ikut – ikitan terlibat dalam polemik dukung mendukung regime yang haanya mampu membangun citra semu dengan jargon jargon kosong tentamg revolusi industri IV tapi sebenarnya tak punya program dan road map yamg jelas bagaimana mencapainya.
Sedangkan ideologi Pancasila dikontaminasi oleh racun kepentingan politik regime dan digunakan sebagai senjata untuk menghantam kelompok – kelompok Islam kritis yang berseberangan dengan regime sebagai anti Pancasila dan menuduh ajaran Islam sebagai anti Pancasila
Indonesia terlampau besar, terlampau luas dan ber-aneka, untuk hanya di-atur oleh satuan rezim. Menjadikan Pancasila dan Bhineka Tunggal Ika hanya sebagai slogan, bukan contoh nyata dan role model, sungguh absurd.
Kita butuh pemimpin visioner bukan pitikus berpikiran picik yang menjual kedaulatan rakyat kepada kekuatan arogansi hegemoni global dengan berlindung dibalik pertumbuhan ekonomi absurd sambil berteriak tentang revolusi tekhnologi informasi tapi semua absurd kosong karena semua hanya keluar dari mulud yang membodohi rakyat. Padahal semua itu hanya untuk kepentingan kelompok tertentu yang merepresentasikan kepentingan kaum oligarki.
Kekacauan dan Kerumitan yang membelenggu bangsa ini disebabkan oleh satu hal, yaitu kegagalan kepemimpinan nasional. Dalam kata lain masalah bangsa ini semua disebabkan oleh gaya kepemimpinan Jokowi yang jauh dari nilai nilai keadilan dalam penegakan hukum, dalam kebijakan ekonomi, sosial dan politik. Semuanya melecehkan nilai nilai keadilan yang berlaku universal. Presiden Jokowi hanya mengadopsi power game dalam kebijakan politik dan ekonomi nasional ketimbang menciptakan jalan menuju kemakmuran dan kesejahteraan rakyat.
Indonesia adalah negara dengan populasi multi kultural sebagai akibat muliti etnik dan multi keimanan kepada Tuhan. Kita butuh pemimpin yang punya pemikiran dengan jangkauan holistik, menuju satu tujuan kesejahteraan rakyat secara keseluruhan. Tidak hanya berpikir dan bertindak atas dasar pertumbuhan ekonomi saja karena kebutuhan manusia tak terbatas hanya materi.
Kita butuh seorang pemimpin yang mampu menyeimbangkan kebijakan yang bermuara pada harmonisasi diantara rumitnya perbedaan dalam sebuah populasi multi kultural dan multi agama.
Kata kunci dalam keseimbangan itu adalah bertindak adil, utamanya adil dalam menegakkan hukum, adil dalam menetapkan skala perioritas ekonomi yang diimplementasikan dalam bentuk kebijakan anggaran yang membantu rakyat kecil mampu menolong diri mereka sendiri dan mensejahterahkan diri mereka sendiri. Adil secara politik dan budaya.
Sadarudin el Bakri. Pengamat Politik Ekonomi. Alumni Fakultas Ekonomi Universitas Jember.