Oleh: Karyudi Sutajah Putra, Sarjana Pendidikan UNS
Jakarta, Fusilatnews – Bukan Muhadjir Effendy namanya kalau tidak pandai memantik kontroversi. Bila sebelumnya ia mewacanakan keluarga pelaku judi online (judol) mendapat bantuan sosial (bansos) dari pemerintah, kini Menteri Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK) itu mendukung mahasiswa untuk memanfaatkan pinjaman online (pinjol).
Dus, habis judol terbitlah pinjol.
Ya, beberapa waktu lalu, Muhadjir sempat mewacanakan pemberian bansos kepada para pelaku judi online karena hidup mereka banyak yang mengalami kebangkrutan.
Salah satunya ia berkaca pada tragedi pembakaran hingga tewas seorang polisi oleh istrinya sendiri yang juga polisi di Mojokerto, Jawa Timur, gegara ribut soal gaji ke-13 yang disalahgunakan suaminya untuk bermain judol.
Setelah memantik kontroversi, akhirnya Muhadjir meralat pernyataannya bahwa yang diberikan bansos adalah keluarga penjudi online, bukan pelaku judolnya, karena mereka merupakan korban.
Padahal, apa yang diwacanakan Muhadjir itu seolah-olah melegalkan judol. Seolah-olah judol halal. Bahkan menjadi semacam anjuran bagi masyarakat untuk bermain judol, toh jika ekonominya hancur maka keluarganya akan mendapatkan bansos.
Pinjaman Online
Polemik pelaku judol dapat bansos baru mereda, kini bekas Menteri Pendidikan dan Kebudayaan itu mencoba memantik polemik lagi. Kali ini tentang pinjol.
Muhadjir mengaku mendukung mahasiswa memanfaatkan pinjol untuk membayar Uang Kuliah Tunggal (UKT) jika memang mengalami kesulitan ekonomi.
Diketahui, saat ini banyak mahasiswa baru yang melakukan protes karena UKT di perguruan tinggi-perguruan tinggi negeri di seluruh Indonesia naik gila-gilaan. Bahkan banyak mahasiswa baru yang terpaksa harus mengundurkan diri karena tidak mampu membayar uang Iuran Pengembangan Institusi (IPI) dan UKT.
Muhadjir pun menawarkan semacam solusi, yakni agar para mahasiswa yang mengalami kesulitan ekonomi memanfaatkan pinjol.
Selama pinjol yang digunakan resmi dan tidak merugikan, kata Muhadjir seperti dikutip sejumlah media, Rabu (3/7/2024), dirinya tidak melihat letak larangan bagi mahasiswa untuk memanfaatkan pinjol.
Menurutnya, jika terjadi penipuan, maka itu kesalahan si pengguna yang justru menyalahgunakan pinjol.
Bahkan, kata Muhadjir, ada sebuah universitas di Jakarta yang sudah bekerja sama dengan pinjol untuk memberikan bantuan kepada mahasiswa.
Apa yang disampaikan Muhadjir itu cuma solusi sesaat, semacam obat pereda nyeri sementara. Semacam gula-gula. Bukan solusi jangka menengah apalagi panjang.
Alih-alih solusi jangka panjang, pemanfaatan pinjol justru bisa menjebak dan menjerat mahasiswa untuk terperosok lebih dalam lagi. Sebab, pinjol sesungguhnya adalah rentenir. Lintah darat. Para penyelenggara pinjol menerapkan bunga tinggi, dan tak segan-segan untuk meneror nasabahnya jika terlambat membayar cicilan.
Mengapa Muhadjir tidak memberi solusi jangka panjang, misalnya melarang universitas-universitas negeri menaikkan UKT secara ugal-ugalan?
PTN-PTN ada di bawah kekuasaan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi. Kemendikbud Ristek ada di bawah koordinasi Menko PMK. Jadi, apa sulitnya bagi Muhadjir untuk melarang PTN-PTN menaikkan UKT secara gila-gilaan? Bukan justru semacam menganjurkan agar mahasiswa memanfaatkan pinjol yang bisa “mengisap darah” mereka seperti lintah darat.