
Oleh : Karyudi Sutajah Saputra
Jakarta, Fusilatnews – Begitu dilantik menjadi Menteri Desa dan Pembangunan Daerah Tertinggal, Senin (21/10/2024), Yandri Susanto langsung membagi-bagikan undangan syukuran yang dikaitkan dengan haul almarhumah ibunya dan Hari Santri.
Celakanya, surat undangan yang antara lain ditujukan kepada Kepala Desa Sindangheula, Pabuaran, Serang, Banten, itu berkop dan berstempel kementeriannya. Fakta ini diakui Yandri.
Sontak, mental kampungan Yandri Susanto ini menuai polemik. Tak terkecuali rekannya di Kabinet Merah Putih, yakni Sekretaris Kabinet Mayor Teddy Indrajaya, yang ikut menyindir.
Mantan ajudan Prabowo Subianto, kini Presiden RI, itu dikabarkan memberi imbauan kepada para menteri Kabinet Merah Putih untuk tidak memakai kop kementerian untuk kegiatan pribadi.
Dikutip dari sebuah media, imbauan itu disampaikan di grup pesan singkat para menteri. Hal itu dibenarkan salah seorang anggota Kabinet Merah Putih.
Dari sisi pendidikan dan jabatan, jelas Yandri Susanto bukan kaleng-kaleng, dan tentu saja bukan kampungan. Politikus kelahiran Bengkulu tahun 1974 itu lulus S1 dari Universitas Bengkulu, dan lulus S2 dari Universitas Abdul Chalim.
Yandri adalah Wakil Ketua Umum Partai Amanat Nasional (PAN), mantan anggota DPR, mantan Ketua Komisi VIII DPR, bahkan mantan Wakil Ketua MPR.
Namun dari sisi psikologi, jika dilihat dari langkahnya menyebar undangan acara pribadi namun dengan surat berkop dan berstempel kementeriannya, patut diduga Yandri bermental kampungan.
Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) merekam kata kampungan sebagai adjektiva kiasan yang berkaitan dengan kebiasaan di kampung; terbelakang (belum modern); kolot.
Makna kedua lebih menyedihkan lagi: tidak tahu sopan santun; tidak terdidik; kurang ajar.
Mengapa Yandri Susanto sampai terjebak dalam mental kampungan?
Pertama, bisa jadi ia merasa gagap menjadi menteri. Ia mengalami “shock culture” (gegar budaya). Ia seperti habis berjalan di tempat gelap lalu keluar ke tempat terang. Matanya pun silau. Nanar.
Kedua, mungkin Yandri tidak percaya diri, sehingga perlu menggunakan kop dan stempel kementeriannya hanya untuk sekadar membuat undangan acara pribadinya. Jika tanpa kop dan stempel kementeriannya, mungkin ia tak yakin pihak yang diundang akan datang. Ini ibarat menangkap nyamuk dengan jaring raksasa.
Ketiga, mungkin Yandri bermaksud gagah-gahahan. Ia ingin menunjukkan kepada dunia bahwa kini dirinya adalah seorang menteri, seorang penguasa. Yandri sedang menunjukkan cakar dan taringnya.
Keempat, mungkin Yandri sedang mengampanyekan atau setidaknya menyosialisasikan istrinya, Ratu Zakiyah yang saat ini sedang maju sebagai calon bupati Serang di Pilkada 2024 yang akan digelar 27 November nanti.
Meski kecurigaan ini sempat dibantah Yandri, namun publik tak mau percaya begitu saja. Sebab politikus memang punya 1001 cara untuk menggapai tujuannya.
Demikianlah. Di balik aksi unjuk gigi Yandri, sebenarnya ada perasaan minder dan mental kampungan di sana.