Jakarta, Fusilatnews.– – Menteri Investasi sekaligus Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), Bahlil Lahadalia, mengungkapkan kekhawatirannya mengenai kerusakan lingkungan yang disebabkan oleh praktik pertambangan di Indonesia. Dalam kuliahnya di Universitas Paramadina, Jakarta Selatan, Bahlil menegaskan bahwa kerusakan lingkungan yang parah tersebut sebagian besar disebabkan oleh aktivitas tambang yang dijalankan oleh pengusaha asing, bukan oleh organisasi kemasyarakatan (ormas) keagamaan seperti yang sering diperdebatkan.
Dalam pernyataannya, Bahlil menyoroti dampak negatif yang telah ditimbulkan oleh eksploitasi tambang yang intensif, yang sering kali melibatkan perusahaan-perusahaan asing dengan teknologi dan sumber daya yang jauh lebih besar dibandingkan pengusaha lokal. “Sekarang lingkungan kita rusak sebagian gara-gara tambang. Apakah ada ormas di situ yang melakukan? Enggak ada kan?” ujar Bahlil dengan nada tegas.
Bahlil menjelaskan bahwa banyak dari tambang-tambang yang beroperasi di Indonesia selama ini telah mengabaikan standar lingkungan yang seharusnya diterapkan. Praktik ini, menurutnya, bukan hanya merusak ekosistem tetapi juga berdampak negatif terhadap kesehatan masyarakat sekitar serta kualitas tanah dan air.
Lebih lanjut, Bahlil menekankan perlunya reformasi dalam kebijakan investasi dan pengelolaan sumber daya alam. Ia mendorong perlunya pengawasan yang lebih ketat terhadap perusahaan-perusahaan asing yang beroperasi di sektor tambang dan penegakan hukum yang tegas untuk memastikan bahwa mereka mematuhi standar lingkungan yang berlaku. “Kita harus memastikan bahwa setiap investasi yang masuk ke Indonesia tidak hanya menguntungkan secara ekonomi tetapi juga tidak merusak lingkungan,” tambahnya.
Kuliah yang disampaikan Bahlil ini juga menyentuh isu-isu lain terkait dengan investasi dan pengembangan ekonomi berkelanjutan di Indonesia. Bahlil berharap agar pihak-pihak terkait, termasuk pemerintah, pelaku usaha, dan masyarakat, dapat bekerja sama untuk menciptakan sistem investasi yang lebih adil dan ramah lingkungan.
Kritik terhadap praktik tambang yang merusak lingkungan ini muncul di tengah upaya pemerintah untuk menarik lebih banyak investasi asing dan mempercepat pembangunan ekonomi. Namun, Bahlil mengingatkan bahwa pembangunan ekonomi yang berkelanjutan harus tetap memperhatikan aspek keberlanjutan lingkungan dan kesejahteraan masyarakat lokal.