Oleh: Karyudi Sutajah Putra, Analis Politik pada Konsultan dan Survei Indonesia (KSI)
Jakarta – Akan dievaluasi. Demikian Sufmi Dasco Ahmad, Wakil Ketua DPR RI yang juga Ketua Harian DPP Partai Gerindra, Senin (20/1/2025), saat ditanya ihwal kontroversi Menteri Pendidikan Tinggi, Sains dan Teknologi Satryo Soemantri Brodjonegoro.
Ya, mungkin baru kali ini seorang menteri didemo oleh ratusan pegawainya sendiri. Bahkan tidak cukup sekali. Sudah dua kali dalam tiga bulan menjabat.
Diprediksi, Satryo akan menjadi “tumbal” perdana dalam “reshuffle” atau perombakan Kabinet Merah Putih pada 100 hari pertama Presiden Prabowo Subianto bekerja.
Hal itu antara lain tercermin dari pernyataan Sufmi Dasco Ahmad yang merupakan salah seorang kepercayaan Prabowo.
Diberitakan, Senin (20/1/2025) kemarin sekitar 235 pegawai berunjuk rasa di Kantor Kemdiktisaintek di Senayan, Jakarta Pusat. Mereka menuntut agar Satryo mundur dari jabatannya.
Aksi itu buntut dari pemberhentian mendadak dan melanggar prosedur salah seorang pegawai bernama Neni Herlina yang menjabat Prahum Ahli Muda dan Pj Rumah Tangga.
Satryo juga dikabarkan suka membentak bahkan menampar pegawainya.
Sebelumnya, aksi unjuk rasa juga digelar ratusan pegawai di Kemdiktisaintek, Senin (6/1/2025). Dengan memasang sekitar 60 karangan bunga, mereka mendesak Satryo mundur gegara tunjangan kinerja (tukin) dosen Aparatur Sipil Negara (ASN) tak kunjung cair.
Adapun Satryo menganggap pemberhentian pegawainya itu merupakan rotasi dan mutasi biasa. Satryo juga membantah dirinya suka membentak dan menampar pegawainya.
Ironi Satryo
Jika benar Satryo suka membentak dan menampar, maka itu merupakan ironi. Sebagai seorang pejabat yang berpendidikan tinggi, bahkan lulusan Amerika, tapi karakter dan perilakunya justru berselera rendah.
Jika benar dalam pemberhentian pegawai dilakukan tak prosedural, bahkan didahului dengan chat WhatsApp, maka Satryo bukan seorang kesatria. Ini juga ironi.
Sesuai namanya, Soemantri, mestinya Satryo juga seorang yang hebat dan bijaksana, sebagaimana Bambang Soemantri, tokoh wayang yang miliki paras tampan dan senjata pemusnah angkara murka, Cakrabaskara. Satryo bukannya membasmi angkara murka, melainkan justru sebaliknya, sering murka. Inilah ironi lagi.
Seret Nama Prabowo
Mungkin demi tidak terkena reshuffle kabinet pasca-unjuk rasa dan meledaknya kemarahan pegawai, Satryo pun menyeret nama Presiden Prabowo Subianto untuk berlindung.
Satryo berdalih, kementeriannya sedang melakukan beberapa proses rotasi-mutasi. Hal itu, katanya, dilakukan untuk meningkatkan efektivitas, kinerja, dan membuat kementerian sebagai organisasi yang “clean” (bersih) dan efektif, sesuai permintaan Prabowo.
Satryo menjelaskan, proses mutasi merupakan keniscayaan dari sebuah organisasi yang baik. Kebijakan yang diambilnya tersebut juga untuk memenuhi target yang sudah disampaikan Presiden.
Benarkah? Mungkin benar. Tapi mengapa prosesnya dilakukan tanpa prosedur yang benar? Mengapa pula suka membentak bahkan menampar?
Kalau ada asap, pasti ada api. Kalau ada unjuk rasa pegawai, pasti ada yang tidak beres dengan tindakan pemimpinnya.
Rasanya belum ada menteri lain yang didemo justru oleh pegawai atau anak buahnya sendiri. Cuma Satryo Soemantri seorang diri.