Oleh: Jaya Suprana, Pendiri Sanggar Pembelajaran Kemanusiaan
Dengan klik-bait judul profokatif “Bangsa Miring”, sang Begawan Pancasila, Yudi Latif melalui media Instagram mengajak bangsa Indonesia mawas diri sebagai berikut:
Saudaraku, perkembangan bangsa ini selalu mengulangi kesalahan yang sama: kita tak pernah bisa berjalan lurus. Setiap kali ada usaha untuk meluruskan sesuatu, yang terjadi malah menimbulkan lengkungan dan belokan baru. Tatkala mendapati banyak lengkungan ke kanan, setelah diluruskan bukannya menjadi lurus, sebaliknya menjadi miring ke kiri. Usaha meluruskan demokrasi berujung dengan penyelewengan baru. Usaha meluruskan sejarah berujung dengan distorsi dan sesat baru. Pangkal semua itu boleh jadi karena bangsa ini defisit manusia bijak berpikir lurus, surplus manusia kerdil berpikir sungsang. Seperti diingatkan oleh Mohammad Hatta. Kemerdekaan melahirkan momen keemasan. Jangan sampai dalam momen keemasan itu, yang muncul hanya manusia-manusia yang kerdil.
Miring
Seperti pada lazimnya makna ajakan Yudi Latif senantiasa bijak. Namun duduk permasalahan utama an sich terletak pada istilah “miring” itu sendiri.
Kemiringan termasuk obyek bahasan geometri kompleks terkait fisika, arsitektur, geologi maupun psikologi.
Akibat terkait tafsir persepsional, maka kemiringan memang merupakan suatu unsur geometris melekat pada kenisbian daya persepsional manusia yang juga secara kontekstual tergantung pada kenisbian sisi pandang.
Kemiringan juga bisa merupakan suatu proses arsitektural yang tidak disengaja untuk menjadi miring seperti yang terjadi pada menara Pisa, meski kabarnya sekarang proses kemiringannya sudah bisa dihentikan dengan teknologi bangunan termutakhir agar tidak ambruk.
Seorang yang sedang mabuk miras atau menderita vertigo juga rawan kehilangan keseimbangan tubuhnya, maka merasa berjalan lurus padahal sebenarnya miring.
Ada pula boneka Rusia yang teknis direkayasa sedemikian rupa sehingga apabila dimiringkan serta merta dengan sendirinya akibat daya gravitas langsung menjadi tegak lurus kembali.
Sesuatu yang miring 450 apabila dipandang dengan mata pada kepala dimiringkan 450 sesuai kemiringan obyek yang dipandang akan tampak tegak lurus 900.
Lurus
Agar bangsa Indonesia bisa memenuhi harapan Yudi Latif untuk tidak miring, sebaiknya secara psiko-geometris maupun psikopersepsional dengan pedoman Pancasila marilah kita memperkuat daya tafsir masing-masing terhadap apa yang disebut sebagai tegak lurus agar jangan keliru berjalan miring sehingga rawan tersesat ketika menempuh perjalanan lurus menerabas kemelut deru campur debu berpercik keringat air mata dan darah.
Demi bersama mencapai tujuan cita-cita masyarakat adil dan makmur hidup sejahtera di negeri gemah ripah loh jinawi tata tenteram kerta raharja. MERDEKA!
(Dikutip dari Kompas.com, Selasa 8 Maret 2022.)