Jakarta – FusilatNews – Pembangunan pagar laut sepanjang 30,16 kilometer di perairan Kabupaten Tangerang menjadi sorotan setelah sejumlah pihak, termasuk nelayan setempat, melaporkan adanya intimidasi dan ancaman dari pihak tertentu. Pagar laut yang diduga menghambat akses perahu nelayan ini telah memunculkan berbagai spekulasi terkait pihak yang bertanggung jawab di balik proyek tersebut.
Maun (55), warga Tanjung Pasir, Teluknaga, Kabupaten Tangerang, mengungkapkan bahwa sejumlah nelayan di desanya sempat mendapat ancaman saat memprotes keberadaan pagar laut yang dipasang tak jauh dari lokasi melabuhkan kapal. Salah satu nelayan yang mengalami intimidasi adalah Nano, yang menerima ancaman langsung dari seorang mandor ketika mencoba mencabut bambu-bambu pagar tersebut.
“Lagi proses bangunnya itu sempat ribut. Kami bahkan diancam, katanya kalau berani cabut pagar, berarti tidak sayang anak istri. Itu yang dibilang ke Nano,” ujar Maun pada Kamis (16/1/2024).
Menurut Maun, ancaman seperti itu dilontarkan berulang kali kepada warga, sekitar 2-3 kali. “Ada teman saya diteror begitu. Katanya, kalau sayang anak istri, jangan banyak bicara. Kami sempat melapor ke kepala desa dan anggota TNI, tapi responsnya mengecewakan. Kami malah disuruh diam,” ungkapnya.
Meski ancaman telah berhenti, persoalan pagar laut ini tetap menjadi perhatian masyarakat. Maun mengaku pihak pemerintah tidak transparan soal siapa yang bertanggung jawab atas proyek tersebut. Ia menduga pagar laut itu milik salah satu perusahaan properti besar di Indonesia.
“Pemerintah bilang tidak tahu pemilik pagar laut. Itu bohong. Itu punya Agung Sedayu Group. Saya tanya langsung ke pekerja dan mandornya, mereka mengakui itu,” tegas Maun.
Namun, Agung Sedayu Group membantah tudingan tersebut. Melalui kuasa hukumnya, Muannas Alaidid, perusahaan itu menyatakan tidak terlibat dalam proyek pagar laut.
“Berita yang mengaitkan proyek pagar laut ini dengan PSN PIK 2 tidak benar. Berdasarkan informasi yang kami terima, pagar laut itu dibuat oleh masyarakat sekitar sebagai tanggul pemecah ombak, tambak ikan, atau pembatas lahan yang terkena abrasi,” jelas Muannas pada Sabtu (11/1/2025).
Pernyataan tersebut dibantah oleh Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (KIARA). Sekretaris Jenderal KIARA, Susan Herawati, menduga wilayah perairan tersebut direncanakan menjadi perairan privat untuk kepentingan reklamasi atau tambak.
“Pembangunan pagar laut ini mencerminkan upaya privatisasi wilayah pesisir, yang tentu berdampak buruk bagi keberlanjutan kehidupan nelayan,” ungkap Susan dalam keterangan tertulisnya, Senin (13/1/2025).
Kasus pagar laut ini tidak hanya menimbulkan polemik, tetapi juga memperlihatkan ketimpangan kekuasaan antara nelayan kecil dan pihak-pihak yang dianggap memiliki pengaruh besar. Hingga kini, keberadaan pagar laut ini masih menjadi tanda tanya besar yang menunggu penyelesaian.