Harga daging sapi dan ayam kompak naik dalam beberapa hari ke belakang di pasar-pasar tradisional. Kalangan pedagang mengakui kenaikan harga daging ini telah membuat banyak rekannya yang harus gulung tikar. Mereka tidak kuat menahan beban operasional ketika modalnya juga terus terkerek naik.
“Banyak yang tutup, ini juga merosot keuntungan. Kita dari atas harganya mahal, makanya banyak yang tutup,” sebut Aceng, pedagang daging ayam di Pasar Rakyat Tamansari kepada CNBC Indonesia, Rabu (6/4/22).
Saat ini, Ia menjual daging ayam di harga Rp 38 ribu/Kg, padahal normalnya berada di Rp 28-30 ribu/Kg. Ia mau tidak mau menaikkan harga jual karena harga belinya juga sudah terlampau mahal.
“Posisi hidup di Rp 22 ribu/Kg, normalnya Rp 17,18 atau 19 ribu/Kg. Naiknya drastis lumayan. Cuma karena butuh harus tetap jualan,” ujar Aceng.
Kondisi serupa juga terjadi pada pedagang komoditas lain, yakni daging sapi. Banyak pedagang yang kini harus gulung tikar akibat tidak kuat menanggung kerugian. Umumnya mereka berutang kepada rumah pemotongan dan kesulitan untuk membayar.
Masalah yang terjadi di lapangan ialah Ketika harganya daging sapi makin tinggi, maka peminatnya pun semakin menurun. Di sisi lain, modal yang harus keluar tetap harus besar. Sedangkan daya beli konsumen terbatas karena harga terlalu tinggi tak terjangkau.
“Teman banyak tutup udah nggak dagang, karena kebanyakan masalah utang piutang. Ada yang sampai harus jual kios lah. Total temen saya 17 orang pedagang se Bogor tutup,” sebut pedagang daging sapi, Saiful.
Ia masih bisa bertahan hingga kini karena masih cukup menerima pemesanan meski menurun. Kondisi berbeda dengan rekan lain, apalagi tidak semua rumah potong mau menolerir keterlambatan pembayaran.
“Dari jagal sendiri kalau kitanya nggak dekat-dekat amat susah. Kalau pun jagalnya baik kan tetap dikasih tempo. Jadi kesepakatan sama jagal, misal kena jeda sehari bayar besok, itu kalau bisa dikomunikasikan,” sebutnya.