BEIJING, Pedagang ikan di pasar Beijing tampak terkejut setelah Tiongkok melarang semua impor makanan laut dari Jepang sebagai tanggapan atas pelepasan air radioaktif yang telah diolah dari pembangkit listrik tenaga nuklir Fukushima Daiichi yang lumpuh ke Samudera Pasifik.
Dengan laporan media pemerintah Tiongkok dan postingan media sosial yang berisi informasi yang menekankan dampak negatif pelepasan air Fukushima terhadap lingkungan laut dan tubuh manusia, industri makanan lokal juga menyatakan kekhawatirannya mengenai prospek bisnis yang terkait dengan masakan tradisional Jepang “washoku”.
Seorang pedagang ikan di pasar Beijing mengatakan pada hari Jumat bahwa perusahaan tersebut sebagian besar membeli tuna budidaya dari Prefektur Nagasaki di barat daya Jepang, sebagian karena teknologi pertanian negara tetangga yang canggih dan pasokan yang stabil, namun kini harus menjajaki sumber lain seperti Australia, Selandia Baru, dan Spanyol.
Namun, rasa dan tekstur tuna dari negara lain “sangat berbeda” dengan tuna impor Jepang dan “tidak mungkin untuk menggantikannya,” kata dealer tersebut.
Seorang pekerja perempuan di sebuah pengecer yang menjual sake dan bumbu Jepang mengatakan dia khawatir tidak ada orang yang mau mengonsumsi makanan Jepang di Tiongkok.
Tadashi Sasaki, yang mengepalai kantor Nagasaki di Shanghai, menyesali larangan impor total yang diterapkan Tiongkok, dengan mengatakan makanan laut adalah barang ekspor andalan prefektur tersebut.
Ada sekitar 80.000 restoran Jepang di Tiongkok, menurut media Tiongkok.
Pada tahun 2022, Tiongkok menduduki puncak daftar tujuan ekspor produk pertanian, perikanan, dan kehutanan Jepang, dengan jumlah pengiriman ke negara tersebut mencapai 278,2 miliar yen, naik lebih dari lima kali lipat dibandingkan tahun 2013. Ekspor makanan laut menyumbang sekitar 30 persen dari total, menurut data pemerintah Jepang.
© KYODO