Oleh: Radhar Tribaskoro
Harga CPO di LN naik tinggi. Profit pengusaha dan eksportir CPO dan pengusaha sawit pasti melesat naik. Konsumen migor di dalam negeri tidak perlu khawatir. Harga migor dalam negeri mestinya stabil, sebab tidak ada kenaikan permintaan yang signifikan sementara suplai CPO dipastikan terjamin dengan adanya DMO atau Domestic Market Obligation.
Tetapi untuk pemerintahan kapitalis bukan begitu kejadiannya. DMO bisa dikompromikan. Alasannya macam2. Salah satunya untuk membikin biodiesel. Dengan alasan ini pengusaha sawit mendapat subsidi pemerintah sebesar selisih harga CPO internasional dengan domestik. Dengan selisih harga hampir 100%, subsidi saat ini sangatlah besar.
Suplier migor pada umumnya adalah perusahaan terintegrasi yang menguasai industri dari hulu sampai hilir. Perusahaan seperti Sinarmas dan Wilmar mengelola perkebunan sawit yang sangat luas, produsen merangkap eksportir CPO, produsen biodiesel dan minyak goreng. Perusahaan terintegrasi ini untung bertingkat dari harga internal sawit, CPO untuk ekspor, CPO untuk migor, CPO untuk biodiesel dan subsidi biodiesel. Dan setelah tidak HET, mereka dapat windfall profit tambahan dari naiknya harga minyak goreng di pasar dalam negeri.
Tentu saja rakyat menderita karena harga migor melesat naik. Terlebih dari itu rakyat bingung sebab Indonesia adalah produsen sawit/CPO terbesar di dunia. Setelah untung besar dari ekspor, tegakah mereka mengeruk keuntungan tambahan dari pasar domestik?
Dengan kasus migor ini rakyat menyadari apa itu kapitalisme. Kapitalisme itu rakus, tidak tahu arti kenyang. Kapitalisme akan mengeruk keuntungan dari siapapun, orang miskin sekalipun, kalau kesempatan terbuka.
PERAN PEMERINTAH
Pemerintah seharusnya menjadi pengendali nafsu serakah kapitalis. Tetapi apa jadinya bila kapitalis itu ternyata adalah pemerintah? Kewajiban pemerintah untuk menjaga pasar dari amukan kerakusan kapitalis tiba-tiba terjegal dimana-mana.
Kementerian perdagangan berusaha menjaga suplai CPO untuk pasar dalam negeri dengan menaikkan DMO dari 20% menjadi 30%. Di atas kertas suplai migor akan aman dengan kebijakan itu. Apa yang terjadi? Migor tetap hilang dari pasar. Antrian pembeli migor mengular berkilometer.
Kemendag tidak berupaya apapun lagi. Kemendag menyerah atas kewajibannya menjaga harga migor, Harga Eceran Tertinggi di batalkan. Ajaib! Tiba-tiba suplai migor muncul dari segala arah. Namun harga melejit mencapai Rp.20.000/kg. Dua kali lipat lebih daripada HET sebelumnya.
Tidak dapat disangkal ketersediaan migor dikendalikan oleh kuasa kapitalis. Inilah fenomena Peng-Peng yang berulang-kali disampaikan oleh Rizal Ramli. Pengusaha telah merangkap sebagai Penguasa. Dalam posisinya itu, kapitalis atau pengusaha bersekongkol membatalkan kewajiban pemerintah untuk melindungi kepentingan rakyat.
Rejim oligarki atau Rejim Peng-peng (RP) telah mendominasi. Di seluruh negeri sumberdaya alam dikuras, sumberdaya keuangan dilibas, buruh dan petani diperas. Sampai kapan?