Dalam beberapa tahun terakhir, data menunjukkan adanya korelasi antara meningkatnya kesulitan ekonomi dengan peningkatan kriminalitas di Indonesia. Kondisi ekonomi yang tidak stabil—diperburuk oleh pandemi, inflasi, dan pemutusan hubungan kerja—telah memengaruhi keamanan sosial di banyak wilayah. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), angka kriminalitas di Indonesia pada 2023 meningkat sekitar 33% dari tahun sebelumnya, dengan sebagian besar kejahatan berupa pencurian, penipuan, dan penganiayaan.
Secara teori, ada hubungan yang signifikan antara faktor ekonomi dan kriminalitas, sebagaimana dikaji dalam teori-teori sosiologi dan kriminologi seperti Strain Theory dan Routine Activities Theory. Dengan memahami bagaimana kesulitan ekonomi berdampak pada tingkat kriminalitas, kita dapat menggali lebih dalam penyebab struktural yang mendorong individu atau kelompok untuk melakukan tindakan kriminal.
Teori dan Dampak Ekonomi pada Kriminalitas
1. Strain Theory (Teori Ketegangan)
Strain Theory, yang diperkenalkan oleh sosiolog Robert K. Merton, menjelaskan bahwa ketegangan yang dialami individu karena kegagalan mencapai tujuan sosial yang diinginkan—seperti stabilitas ekonomi—dapat mendorong seseorang untuk melakukan kejahatan. Dalam konteks ekonomi sulit, individu yang kesulitan memenuhi kebutuhan dasar atau merasa gagal mencapai kesuksesan finansial mungkin memilih jalan pintas melalui kegiatan ilegal untuk mencapai tujuan tersebut. Studi di berbagai negara telah menunjukkan bahwa ketika tingkat pengangguran dan ketimpangan pendapatan meningkat, begitu pula angka kriminalitas yang berhubungan dengan motif ekonomi, seperti pencurian dan penipuan .
Di Indonesia, kenaikan harga kebutuhan pokok, kenaikan biaya pendidikan, dan terbatasnya lapangan pekerjaan telah memicu ketegangan ekonomi, terutama di kalangan masyarakat kelas bawah. Situasi ini diperburuk oleh inflasi tinggi yang membuat daya beli masyarakat menurun. Kegagalan mencapai kestabilan finansial dapat meningkatkan frustasi yang akhirnya berujung pada tindakan kriminal sebagai bentuk “kompensasi” atas ketidakmampuan memenuhi kebutuhan.
2. Routine Activities Theory
Teori Routine Activities menguraikan bahwa kejahatan cenderung terjadi ketika ada tiga elemen utama: pelaku potensial, target yang layak, dan kurangnya penjaga yang mampu mencegah kejahatan. Dalam kondisi ekonomi sulit, banyak individu dan keluarga menghabiskan lebih banyak waktu di luar rumah untuk bekerja atau mencari pendapatan tambahan, sehingga meninggalkan properti mereka dalam kondisi rentan terhadap kejahatan. Selain itu, pengurangan jumlah pengamanan di berbagai wilayah, seperti pemotongan anggaran untuk patroli keamanan, juga membuka peluang bagi pelaku kriminal.
Di Indonesia, masyarakat yang mengalami kesulitan ekonomi umumnya lebih rentan terhadap kejahatan baik sebagai pelaku maupun korban. Sementara itu, lemahnya sistem keamanan dan minimnya pemantauan di area-area padat penduduk juga memberikan peluang bagi pelaku kriminal untuk bertindak dengan risiko yang lebih kecil.
Bukti Empiris: Kasus Indonesia
Berdasarkan data dari Polri dan BPS, beberapa jenis kejahatan yang mengalami peningkatan adalah pencurian dengan pemberatan dan penipuan. Kejahatan-kejahatan ini memiliki korelasi langsung dengan kondisi ekonomi yang tidak stabil. Data menunjukkan bahwa kejahatan ini paling banyak terjadi pada malam hari, ketika individu yang tinggal di kawasan perkotaan meninggalkan rumah untuk beristirahat. Situasi ini mendukung elemen-elemen dalam Routine Activities Theory, di mana peluang kejahatan meningkat dengan kurangnya pengawasan langsung di sekitar properti tersebut .
Di samping itu, survei BPS menunjukkan bahwa masyarakat yang mengalami penurunan pendapatan dan kesulitan mencari pekerjaan baru memiliki kecenderungan yang lebih tinggi untuk terlibat dalam tindakan kriminal, baik untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari maupun sebagai ekspresi ketidakpuasan sosial. Hal ini sejalan dengan Strain Theory, di mana tekanan untuk memenuhi kebutuhan hidup dalam kondisi ekonomi yang sulit menjadi pemicu utama tindakan kriminal.
Solusi Menghadapi Fenomena Kriminalitas di Masa Ekonomi Sulit
Dalam menghadapi peningkatan kriminalitas yang dipicu oleh kesulitan ekonomi, penting bagi pemerintah dan masyarakat untuk mengambil langkah-langkah preventif. Beberapa solusi yang dapat diimplementasikan meliputi:
- Program Sosial dan Ekonomi: Pemerintah perlu meningkatkan akses masyarakat terhadap program kesejahteraan sosial, lapangan kerja, dan pendidikan, khususnya di area-area berisiko tinggi.
Penguatan Keamanan di Area Publik: Dalam konteks Routine Activities Theory, peningkatan patroli polisi di wilayah-wilayah rawan dapat menurunkan angka kriminalitas.
Peningkatan Kesadaran dan Pendidikan Masyarakat: Memberikan edukasi mengenai pentingnya menjaga keamanan pribadi dan properti, serta program rehabilitasi bagi pelaku kriminalitas ekonomi yang bertujuan mengurangi risiko pengulangan tindakan kriminal.
Kesimpulan
Tingkat kriminalitas dan kondisi ekonomi memiliki keterkaitan yang kuat, sebagaimana dipaparkan oleh teori-teori kriminologi. Kesulitan ekonomi mendorong individu yang tidak memiliki akses ke sumber daya yang memadai untuk memenuhi kebutuhan mereka dengan cara yang ilegal. Peningkatan angka kriminalitas di Indonesia, terutama dalam bentuk pencurian dan penipuan, menunjukkan adanya tantangan besar dalam mengatasi masalah sosial-ekonomi di tengah ketidakstabilan.
Oleh karena itu, kolaborasi antara pemerintah, sektor swasta, dan masyarakat diperlukan untuk mengatasi isu ini melalui pendekatan yang komprehensif, mulai dari penguatan ekonomi hingga penegakan hukum yang efektif.























