Jakarta ‐ Fusilatnews – Mantan Menteri Perdangangan (Mendag) Thomas Trikasih Lembong atau yang dikenal sebagai Tom Lembong ditetapkan tersangka, Selasa (29/10/2024).
Penyidik Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus)-Kejaksaan Agung (Kejagung) menetapkan Tom Lembong sebagai tersangka terkait dengan importasi gula di Kementerian Perdagangan (Kemendag) 2015-2023.
Direktur Penyidikan Jampidsus Abdul Qohar menerangkan, peran Tom Lembong dalam kasus ini. Dikatakan Tom Lembong, pada saat menjabat sebagai menteri, telah memberikan izin persetujuan impor gula kristal mentah sebanyak 105 ribu ton kepada pihak swasta PT AP.
“Yang kemudian gula kristal mentah tersebut, diolah menjadi gula kristal putih,” kata Qohar saat konfrensi pers di Kejakgung, Jakarta, Selasa (29/10/2024).
Menurut Qohar, persetujuan impor dari Tom Lembong kepada PT AP tersebut melanggar hukum. Karena dikatakan Qohar, mengacu pada Keputusan Mendag dan Menteri Perindustrian 257/2004, dikatakan otoritas yang hanya boleh melakukan impor gula kristal adalah Badan Usaha Milik Negara (BUMN).
“Tetapi melalui persetujuan tersangka TTL (Tom Lembong) sebagai menteri perdagangan, PT AP melakukan impor gula kristal sebanyak 105 ton,” begitu kata Qohar. Dan persetujuan tersebut, dilakukan oleh Tom Lembong tanpa melalui rapat koordinasi dengan instansi-instansi terkait. Terutama rekomendasi dari Kemenperin
“Serta dilakukan tanpa adanya rekomendasi dari Kementerian Perindustrian, guna untuk mengetahui berapa kebutuhan riil gula kristal di dalam negeri,” ujar Qohar.
Pada Desember 2015, Qohar melanjutkan, dilakukan rapat koordinasi (rakor) di bidang perekonomian. Dalam rakor tersebut, salah-satunya membahas tentang stabilitas harga gula dan pemenuhan stok nasional. Dari rakor tersebut, ditentukan kebutuhan gula kristal putih untuk nasional periode 2016, sebanyak 200 ribu ton.
Sedangkan sepanjang November sampai Desember 2015, CS yang juga dijerat tersangka dalam kasus ini, atas perannya sebagai Direktur Pengembangan PT PPI melakukan aksi korporasi internal. Yaitu dengan memerintahkan P, selaku staf senior manajer bahan pokok PT PPI.
Perintah tersebut, dengan melakukan pertemuan dengan delapan perusahaan swasta yang bergerak di bidang komoditas manis tersebut. Dalam pertemuan tersebut, perusahaan-perusahaan itu melakukan impor gula berdasarkan rekomendasi, dan izin dari Tom Lembong.
Dikatakan impor yang dilakukan tersebut, untuk menjaga stabilitas harga, dan memenuhi kebutuhan stok gula nasional. “Padahal dalam rangka pemenuhan stok dan stabilitas harga gula, seharusnya dilakukan oleh BUMN,” kata Qohar.
Selanjutnya, setelah impor gula dilakukan oleh delapan perusahaan tersebut, mengelola komoditas itu menjadi gula kristal putih. Akan tetapi, diketahui juga, bahwa perusahaan-perusahaan tersebut, perizinan usahanya hanya untuk pengelolaan gula rafinasi untuk kebutuhan industri makanan, dan minuman, serta farmasi.
Qohar melanjutkan, setelah delapan perusahaan melakukan pengolahan gula kristal mentah menjadi gula kristal putih itu, selanjutnya PT PPI melakukan aksi pembelian. Padahal diketahui, bahwa pembelian tersebut tak pernah dilakukan.
“Padahal senyatanya, gula tersebut dijual oleh perusahaan-perusahaan swasta tersebut ke pasaran atau masayrakat melalui distributor yang terafiliasi dengan perusahaan-perusahaan itu,” kata Qohar.
Kedelapan pihak swasta itu melepas harga gula ke pasaran seharga Rp 26 ribu per Kilogram (Kg), yang itu juga melebihi harga eceran tertinggi (HET) yang ditentukan oleh pemerinrah sebesar Rp 13 ribu per Kg.
“Atas perbuatan yang dilakukan oleh tersangka TTL sebagai menteri perdagangan, dan tersangka CS, selaku direktur pengembangan bisnis PT PPI telah merugikan negara senilai (Rp) 400 miliar,” ujar Qohar.
Setelah ditetapkan tersangka, penyidik Jampidsus menjebloskan Tom Lembong ke sel tahanan Kejaksaan Negeri (Kejari) Jakarta Selatan (Jaksel). Sedangkan tersangka CS, ditahan di Rutan Kejagung.
Tom Lembong mengaku pasrah setelah dirinya diumumkan tersangka korupsi oleh Kejagung pada Selasa (29/10/2024) malam. Saat dibawa ke sel tahanan, sambil tersenyum, mantan menteri perdagangan (mendag) 2015-2016 itu mengaku menyerahkan kepada Yang Maha Kuasa atas nasib hukumnya.
Tom Lembong merupakan pengusaha yang lahir di Jakarta 4 Maret 1971. Tom pernah ditunjuk sebagai Menteri Perdagangan periode 2015-2016, kemudian Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (Menteri Investasi) 2016-2019.
“Saya serahkan semuanya kepada Tuhan Yang Maha Kuasa,” kata Tom saat digiring ke mobil tahanan, Selasa (29/10/2024).
Lulusan Harvard University ini memulai karier pemerintahan sebagai Kepala Divisi Asset Management di Badan Penyehatan Perbankan Nasional. Tom pernah bekerja di Deutsche Bank, Morgan Stanley dan mendirikan Farindo.
Farindo merupakan konsorsium bentukan Farallon Capital dan Djarum yang mengakuisisi 51 persen saham Bank BCA. Tom mendirikan Quvat Management Pte Ltd dan Komisaris PT Graha Layar Prima (Blitz Megaplex) sampai 2014.
Pada 2013, Tom merupakan penasihat ekonomi dan penulis pidato Joko Widodo saat menjadi Gubernur DKI Jakarta dan Presiden RI periode pertama. Kini, Tom jadi Dewan Penasihat Internasional IISS di London.
Pada 2021, Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan, menunjuk Tom menjadi Ketua Dewan PT Jaya Ancol. PT Jaya Ancol merupakan satu-satunya badan usaha milik pemerintah provinsi yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia.
Pada 2008, Tom terpilih sebagai Pemimpin Muda Global dari Forum Ekonomi Dunia. Tom dianugerahi Asia Society Australia-Victoria Distinguished Fellowship pada 2017 dan menerima penghargaan Gwanghwa Medal di Korsel.
“Seorang profesional yang banyak malang melintang di dunia investasi, perbankan dalam negeri dan luar negeri. Sempat menjadi Menteri Perdagangan 2015-2016, lalu Kepala BKPM 2016-2019,” ujar Anies saat menutup pengenalan singkat Tom sebagai wakil Timnas Amin pada masa Pilpres 2024 lalu.