Di Indonesia, proses pemilihan presiden sering kali dikaitkan dengan biaya kampanye yang sangat besar, mencapai triliunan rupiah. Hal ini mencakup kegiatan kampanye seperti rapat umum, iklan media, serta kegiatan lain seperti memberikan bantuan sosial musiman, yang sering kali terlihat menjelang pemilu. Sebagai contoh, Presiden Jokowi pernah terlibat dalam pembagian bantuan sosial (bansos) yang dianggap oleh sebagian sebagai bagian dari strategi kampanye. Cawe cawe.
Sebaliknya, di Amerika Serikat, sistem pendanaan kampanye presiden memiliki dinamika yang berbeda. Di negeri Paman Sam, masyarakat berperan aktif dalam mendukung kandidat pilihan mereka melalui donasi. Contoh nyata adalah kampanye Wakil Presiden Kamala Harris pada pemilihan presiden tahun 2024. Setelah diumumkan sebagai calon presiden dari Partai Demokrat, Harris berhasil mengumpulkan $200 juta hanya dalam minggu pertama kampanyenya. Menariknya, 66% dari dana tersebut berasal dari donatur yang baru pertama kali berkontribusi dalam siklus pemilihan 2024. Lebih dari 170,000 relawan juga mendaftar untuk membantu kampanyenya melalui berbagai kegiatan seperti phone banking dan canvassing.
Perbedaan mencolok antara Indonesia dan Amerika Serikat dalam hal pendanaan kampanye presiden mencerminkan budaya politik dan sistem pendanaan yang unik di masing-masing negara.
Di Indonesia: Biaya Kampanye dan Bantuan Sosial
Di Indonesia, kandidat presiden memerlukan dana yang sangat besar untuk menjalankan kampanye mereka. Biaya ini tidak hanya untuk iklan dan acara kampanye, tetapi juga untuk memberikan bantuan sosial yang sering kali dilihat sebagai upaya untuk menarik simpati pemilih.
Pengeluaran besar ini mencakup:
1. Iklan Media: Iklan di televisi, radio, dan media sosial memerlukan dana yang signifikan.
2. Kegiatan Kampanye: Rapat umum, konser, dan acara lain untuk menarik perhatian publik.
3. Bantuan Sosial Musiman: Pembagian sembako, uang tunai, dan bantuan lainnya kepada masyarakat menjelang pemilu.
Praktik ini memerlukan dana triliunan rupiah, yang sering kali hanya dapat diakses oleh kandidat yang memiliki sumber daya finansial besar atau dukungan dari pengusaha kaya.
Di Amerika Serikat: Donasi Publik dan Relawan
Di Amerika Serikat, kampanye presiden sering kali didanai oleh donasi publik. Sistem ini memungkinkan masyarakat untuk berpartisipasi langsung dalam proses pemilihan dengan memberikan donasi sesuai kemampuan mereka. Kampanye Kamala Harris adalah contoh yang baik tentang bagaimana sistem ini bekerja:
- Donasi Publik: Dalam minggu pertama kampanye, Harris berhasil mengumpulkan $200 juta dari donatur. Ini menunjukkan partisipasi aktif masyarakat dalam mendukung kandidat pilihan mereka.
- Relawan: Lebih dari 170,000 relawan mendaftar untuk membantu kampanye Harris, menunjukkan dukungan luas dari masyarakat.
Partisipasi masyarakat dalam bentuk donasi dan sukarelawan menunjukkan bahwa kampanye presiden di Amerika Serikat lebih berbasis pada kontribusi publik daripada ketergantungan pada sumber daya finansial besar dari kandidat.
Implikasi Sosial dan Politik
Pendanaan kampanye yang besar di Indonesia dapat menimbulkan beberapa masalah, seperti:
- Ketergantungan pada Donatur Besar: Kandidat mungkin merasa berutang budi kepada donatur besar, yang dapat mempengaruhi kebijakan mereka.
- Korupsi: Dengan dana besar yang diperlukan, risiko korupsi dan penyalahgunaan dana kampanye meningkat.
Sebaliknya, sistem donasi publik di Amerika Serikat mendorong partisipasi masyarakat dan mengurangi ketergantungan pada donatur besar. Namun, sistem ini juga memiliki tantangan, seperti pengaruh super PACs (Political Action Committees) yang dapat mengumpulkan dan membelanjakan jumlah uang yang sangat besar untuk mendukung kandidat tertentu.
Kesimpulan
Perbedaan dalam pendanaan kampanye presiden antara Indonesia dan Amerika Serikat mencerminkan perbedaan budaya politik dan sistem pendanaan di kedua negara. Di Indonesia, biaya kampanye yang tinggi dan praktik bantuan sosial musiman menunjukkan ketergantungan yang besar pada sumber daya finansial kandidat. Di Amerika Serikat, sistem donasi publik memungkinkan partisipasi masyarakat yang lebih luas dalam mendukung kandidat pilihan mereka. Kedua sistem memiliki kelebihan dan kekurangan masing-masing, yang mencerminkan dinamika politik dan sosial unik di setiap negara.