Oleh: Karyudi Sutajah Putra, Calon Pimpinan KPK 2019-2024

Jakarta, Fusilatnews – Presiden Abdurrahman Wahid alias Gus Dur lengser pada 23 Juli 2001. Menurut Yenny Wahid, ayahandanya itu jatuh akibat ketegangan hubungannya dengan DPR/MPR usai mantan Ketua Umum PBNU itu memecat Kapolri Suroyo Bimantoro dan menggantinya dengan Chaeruddin Ismail tanpa persetujuan DPR.
Akhirnya MPR pun menggelar Sidang Istimewa untuk melengserkan Gus Dur, melantik Wakil Presiden Megawati Soekarnoputri sebagai Presiden baru menggantikan Gus Dur, serta memilih dan melantik Hamzah Haz sebagai Wapres baru pengganti Megawati.
Akan tetapi, drama politik pelengseran Gus Dur diwarnai oleh isu skandal Buloggate dan Bruneigate yang hingga kini tak terbukti kebenarannya secara hukum.
Buloggate atau skandal Bulog, adalah kasus penyelewengan dana senilai Rp35 miliar milik Yayasan Kesejahteraan Karyawan (Yanatera) Bulog yang diambil oleh Wakil Kepala Bulog Sapuan dan diberikan kepada Soewondo, tukang pijit Gus Dur.
Adapun Bruneigate adalah skandal penyalahgunaan dana bantuan untuk rakyat Aceh dari Sultan Brunei Darussalam Hasanal Bolkiah senilai UD$2 juta yang dituduhkan kepada Gus Dur.
Untuk kedua tuduhan tersebut, DPR kemudian membentuk Panita Khusus (Pansus) Buloggate dan Bruneigate untuk menyelidiki keterlibatan Gus Dur. Namun Kejaksaan Agung akhirnya menyatakan tidak ada keterlibatan Gus Dur dalam kedua skandal itu.
Buloggate Jilid II
Kini, Buloggate jilid II tampaknya akan bergulir di DPR.
Dikutip dari sejumlah media, Badan Pangan Nasional (Bapanas) dan Perum Bulog dilaporkan ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) oleh Direktur Eksekutif Studi Demokrasi Rakyat (SDR) Hari Purwanto.
Kedua institusi itu dilaporkan atas dugaan “mark up” atau penggelembungan harga beras impor. Jumlah beras yang dimpor mencapai 2,2 juta ton dengan selisih harga mencapai Rp2,7 triliun. Kerugian negara akibat “demmurage” impor beras ini mencapai Rp294,5 miliar.
Anggota Komisi IV DPR Daniel Johan kemudian mendorong lembaga legislatif itu membentuk Pansus untuk menyelidiki dugaan “mark up” impor beras tersebut.
Pembentukan Pansus, kata Daniel, diperlukan untuk mengungkap tuntas skandal impor beras yang menyeret nama Kepala Bapanas Arief Prasetyo Adi dan Direktur Utama Perum Bulog Bayu Krisnamurthi.
Menariknya, Daniel Johan adalah politikus Partai Kebangkitan Bangsa (PKB). Adapun PKB adalah “korban” dari Pansus Buloggate yang mewarnai jatuhnya Gus Dur, mengingat saat itu PKB adalah parpol pendukung utama Gus Dur, karena memang Gus Dur pendiri partai yang kini diketuai Muhaimin Iskandar itu.
Akankah Buloggate mengharubiru DPR dan mengusik ketenangan Presiden Joko Widodo bahkan berujung pada pemakzulan wong Solo itu, mengingat Bapanas dan Bulog bertanggung jawab langsung kepada Presiden?
Kita tidak tahu pasti. Yang jelas, pihak Bapanas dan Bulog sudah unjuk suara.
Deputi Bidang Ketersediaan dan Stabilisasi Pangan Bapanas I Gusti Ketut Astawa mengatakan, Bapanas sesuai tugas dan fungsinya sebagai regulator yang secara teknis tidak masuk ke dalam pelaksanaan importasi yang menjadi kewenangan Bulog.
Bulog, katanya seperti dikutip sebuah media, juga sudah mengklarifikasi isu tersebut. Artinya, Bapanas lepas tangan ihwal Buloggate II ini.
Adapun Dirut Bulog Bayu Krisnamurthi mengatakan, persoalan keterlambatan bongkar muat atau “demurrage” sudah pernah dijelaskan pihaknya saat rapat dengar pendapat dengan Komisi VI DPR beberapa waktu lalu.
Menurutnya, seperti dikutip sebuah media, keterlambatan bongkar-muat adalah hal yang tidak bisa dihindarkan dan menjadi bagian dari risiko “handling” komoditas impor, sehingga ada tambahan biaya.
Apakah jawaban sepintas via media massa yang diberikan Bapanas dan Bulog itu sudah cukup memuaskan DPR, dan juga KPK?
Jika DPR menganggap belum cukup, barangkali mereka akan benar-benar membentuk Pansus Buloggate II. Kita tunggu saja tanggal mainnya.
Sedangkan bagi KPK, mereka wajib bergerak untuk mengusut laporan dugaan “mark up” impor beras tersebut. Demi kepastian hukum.
Bahkan jika KPK bergerak cepat, sesungguhnya DPR tidak perlu membentuk Pansus Buloggate II karena hanya akan menimbulkan ingar-bingar politik dan kegaduhan bernegara yang sesungguhnya tak perlu.
Ibarat mengail ikan di air keruh. Ikannya tidak terpancing, tapi airnya justru bertambah keruh. Buktinya pada kasus Buloggate I, sampai kemudian Gus Dur lengser, tapi tuduhannya tidak terbukti secara hukum. Bahkan hingga sekarang ini.
Terbukti Buloggate I dan Bruneigate hanya politisasi belaka.