Walaupun pidato kampanye Prabowo Subianto dulu menggema dengan optimisme, kenyataan berbicara lain. Program-program besar yang dijanjikan ternyata terbentur pada keterbatasan anggaran. Jika tidak ada uang untuk merealisasikan program-program tersebut, maka semua itu hanya tinggal tagline kosong.
Salah satu contoh nyata adalah pemangkasan anggaran Badan Gizi Nasional (BGN) sebesar Rp 200,2 miliar dari total anggaran awal Rp 71 triliun. Kepala BGN, Dadan Hindayana, mengungkapkan bahwa efisiensi ini berdampak pada pengadaan lahan untuk pembangunan Satuan Pemenuhan Pelayanan Gizi (SPPG), yang berfungsi menunjang pemenuhan menu Makan Bergizi Gratis (MBG) di setiap daerah.
“Efisiensi pada anggaran belanja nasional dan daerah berdampak pada BGN, meskipun besarannya hanya sekitar 0,2845%, yaitu berkurang Rp 200,2 miliar,” ujar Dadan saat ditemui di Gedung DPR, Jakarta, Rabu malam (12/2/2025).
Kebijakan pemangkasan ini merupakan arahan langsung dari Presiden Prabowo Subianto. Presiden meminta agar BGN mengoptimalkan lahan yang sudah tersedia dengan sistem pinjam pakai kepada instansi lain. Hal ini mengindikasikan bahwa pemerintah tidak memiliki cukup dana untuk membeli lahan baru, sehingga harus mencari alternatif lain agar program tetap berjalan.
“Salah satu anggaran BGN memang untuk pengadaan lahan. Namun, dalam kunjungan ke kantor BGN, Presiden menyampaikan agar jika memungkinkan, lebih baik menggunakan sistem pinjam pakai daripada membeli lahan baru. Dengan begitu, anggaran bisa lebih efisien,” terang Dadan.
Namun, apakah pemangkasan anggaran ini tidak berimplikasi lebih luas? Jika kebutuhan dasar seperti pemenuhan gizi masyarakat saja harus dipangkas, maka bagaimana dengan program-program lainnya? Prabowo yang dulu begitu optimis dalam merumuskan visi dan misinya tampaknya tak berkutik ketika dihadapkan dengan realitas keterbatasan anggaran. Perbedaan antara retorika dan eksekusi kini semakin jelas terlihat.
Dadan memang memastikan bahwa kebijakan ini tidak akan berdampak pada kelangsungan program MBG. Menurutnya, BGN dapat mengoptimalkan lahan milik pemerintah daerah, TNI, hingga BUMN untuk mendukung keberlanjutan program tersebut.
“Tidak ada dampak ke program MBG. Bahkan, program ini tetap berjalan tanpa gangguan karena pemangkasan hanya dilakukan pada pengadaan lahan. Kita bisa menggunakan lahan Pemda, instansi lain, kementerian lain, dan BUMN dengan sistem pinjam pakai,” tegas Dadan.
Namun, pemangkasan ini tetap menimbulkan pertanyaan besar: bagaimana mungkin sebuah pemerintahan yang menjanjikan perubahan besar justru harus memangkas kebutuhan dasar? Jika anggaran untuk pemenuhan gizi gratis saja dikurangi, bagaimana dengan program-program strategis lainnya? Ini seperti memiliki senjata, tetapi tidak memiliki peluru. Retorika kampanye memang mudah dikumandangkan, tetapi realitas kebijakan memerlukan lebih dari sekadar janji.