Jakarta – FusilatNews – Kejaksaan Agung (Kejagung) menyita seluruh aset milik keluarga Zarof Ricar, mantan pejabat Mahkamah Agung (MA) yang telah ditetapkan sebagai tersangka kasus suap dan tindak pidana pencucian uang (TPPU). Zarof diduga kuat terlibat dalam upaya memengaruhi putusan majelis hakim dalam perkara penganiayaan yang melibatkan Gregorius Ronald Tannur sebagai terdakwa di Pengadilan Negeri Surabaya, Jawa Timur.
Penyitaan dilakukan oleh tim penyidikan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kejagung setelah melakukan penelusuran aset milik Zarof yang tersebar di berbagai kota. Menurut Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung, Harli Siregar, aset-aset tersebut sebagian besar tercatat atas nama keluarga, termasuk anak dan istri Zarof.
“Penyidik telah melakukan pemblokiran terhadap aset-aset milik ZR agar tidak berpindah tangan. Kami telah meminta kantor pertanahan di Jakarta Selatan, Kota Depok, dan Pekanbaru, Riau untuk mengambil tindakan. Jumlahnya cukup banyak dan kebanyakan atas nama keluarga,” ujar Harli dalam konferensi pers di Gedung Kejagung, Jakarta Selatan, Senin (28/4/2025).
Zarof Ricar resmi ditetapkan sebagai tersangka TPPU sejak 10 April 2025, dan saat ini tengah menjalani proses persidangan di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat. Ia merupakan salah satu aktor kunci dalam skandal suap yang mencoreng integritas lembaga peradilan.
Skandal Vonis Bebas dan Uang Suap
Skandal ini mencuat setelah majelis hakim PN Surabaya yang terdiri dari Erintuah Damanik, Mangapul, dan Heru Hanindyo, memutus bebas Gregorius Ronald Tannur dari tuntutan 12 tahun penjara dalam kasus penganiayaan berat yang menyebabkan kematian Dini Sera Afrianti pada 2023. Ketiganya diduga menerima uang suap sebesar Rp 3,5 miliar dari Lisa Rachmat, kuasa hukum Ronald, dengan dana berasal dari Meirizka Widjaja, ibu kandung Ronald.
Penyidikan mengungkap bahwa Zarof Ricar, saat masih menjabat sebagai Kepala Badan Diklat Hukum dan Peradilan MA, ikut berperan dalam pengaturan komposisi majelis hakim. Ia memperkenalkan Lisa Rachmat kepada Rudi Suparmono, mantan Ketua PN Surabaya yang kini menjabat sebagai hakim di Pengadilan Tinggi Sumatra Selatan. Rudi dan Lisa diduga bersama-sama menyusun komposisi majelis hakim untuk memastikan putusan bebas bagi Ronald.
Dalam proses lanjutan, penyidik menemukan aliran dana Rp 6 miliar dari Lisa Rachmat ke Zarof Ricar. Rinciannya, Rp 1 miliar untuk jasa pribadi Zarof dan Rp 5 miliar disiapkan untuk tiga hakim agung di Mahkamah Agung agar mengamankan putusan kasasi.
Namun, MA justru mengubah vonis PN Surabaya dan menjatuhkan hukuman lima tahun penjara kepada Ronald Tannur. Meski begitu, dalam putusan kasasi, Ronald tidak dinyatakan bersalah melakukan pembunuhan. Putusan ini diumumkan satu hari sebelum penyidik menangkap tiga hakim PN Surabaya pada 23 Oktober 2024.
Temuan Uang dan Emas Senilai Rp 1 Triliun
Penyidikan atas Zarof semakin dalam setelah tim Jampidsus melakukan penggeledahan di rumahnya di kawasan elite Jalan Senayan, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan. Dari lokasi itu, ditemukan uang tunai dalam berbagai mata uang asing dengan total nilai setara Rp 951 miliar, serta emas batangan seberat 51 kilogram, setara Rp 75 miliar.
Total nilai temuan dalam penggeledahan tersebut melampaui Rp 1 triliun. Zarof mengakui kepada penyidik bahwa uang dan emas tersebut dikumpulkan sejak 2012 dari berbagai “pengurusan perkara” di lingkungan peradilan. Namun, penyidik belum merinci perkara apa saja yang dimaksud.
Jampidsus Febrie Adriansyah menyatakan bahwa timnya terus mendalami sumber dana dan logam mulia tersebut untuk memperkuat dakwaan TPPU terhadap Zarof dan menelusuri potensi keterlibatan pihak lain di lingkaran peradilan.