Sektor energi Rusia yang terancam kena sanksi akibat serangan yang dilakukan ke Rusia membuat harga minyak mentah terus melambung tinggi.
Pada perdagangan Senin, (7/3) pagi, minyak mentah jenis Brent meroket hingga nyaris menembus US$ 140/barel, tepatnya US$ 139,13/barel, melesat lebih dari 17%, melansir data Refinitiv.
Level tersebut merupakan yang tertinggi dalam 13 tahun terakhir, tepatnya sejak 15 Juli 2008. Brent juga sudah tidak jauh dari rekor tertingginya di US$ 147,5/barel yang dicapai pada 11 Juli 2008.
Minyak jenis West Texas Intermediate (WTI) juga melesat ke US$ 130,5/barel yang juga berada di level tertinggi sejak Juli 2008.
Rusia merupakan salah satu produsen utama minyak mentah dunia. Ekspor minyak Rusia mencapai sekitar 7 juta barel/hari, sementara produksinya menyumbang 7% dari total pasokan dunia.
Minggu kemarin, Menteri Luar Negeri Amerika Serikat (AS), Anthony Blinken mengatakan AS dan sekutunya sedang berencana melarang impor minyak dari Rusia.
Eropa yang mayoritas merupakan sekutu Amerika Serikat kini dikatakan lebih terbuka untuk tidak lagi mengimpor minyak dan gas dari Rusia, kata seorang sumber yang dikutip Reuters, Minggu (6/3).
Padahal, Eropa sangat tergantung dengan pasokan minyak dan gas dari Rusia.
Ketika sanksi diberikan, maka supply global tentunya akan terganggu, sementara permintaan sedang tinggi sebab perekonomian global mulai pulih dari pandemi pernyakit akibat virus corona (Covid-19).
Riset Bank of America menyebut tanpa minyak dari Rusia, pasokan di pasar dunia akan seret. Akibatnya, harga minyak sangat mungkin bisa menyentuh US$ 200/barel. Sedangkan JP Morgan memperkirakan harga minyak bisa mencapai US$ 185/barel.