Oleh Prihandoyo Kuswanto .- Ketua Pusat Study Kajian Rumah Panca Sila
Sejak UUD 1945 diganti dengan UUD 2002 ternyata Indonesia bukan melakukan Reformasi tetapi telah melakukan deformasi .
Deformasi menurut ķamus bahasa Indonesia adalah de·for·ma·si /déformasi/ n perubahan bentuk atau wujud dari yang baik menjadi kurang baik:
Apa yang terjadi dengan NKRI selama 22tahun telah terjadi deformasi .Kerusakan paling utama adalah pada sistem ketata negaraan yang tidak lagi mempunyai tata nilai bahkan negara yang dirahmati Allah dengan sistem permusyawaratan perwakilan diganti dengan sistem perjudian banyak banyakan suara ,kalah menang ,kuat kuatan ,pertarungan kaya -kayaan dengan sistem presidenseil.
Padahal asli nya negara dan bangsa ini adalah negara yang mengutamakan persaudaraan ,tolong menolong ,kekeluargaan ,gotong royong ,persatuan dengan sistem MPR.
Sistem partai politik inilah yang mengusung pemilihan langsung dengan model pilpres,pilkada ,pileg,telah merusak mental dan akhlak bangsa ini sebab telah terjadi permainan uang sogok-menyogok transaksional apalagi pileg jual beli suara di tingkat TPS sudah terjadi bagaimana memindahkan suara agar yang mampu bayar bisa menang dan transaksional ini melibatkan semua stake holder pelaksana pemilu .SBY pun mengeluh butuh 40 Milyard sampai 100 Milyard untuk bisa menjadi anggota DPR bahkan Bambang Soesatyo mengatakan dalam pilsung dengan istilah politik NPWP Nomor Piro Wani Piro jadi kerusakan sudah begitu para.
Kerusakan ini diakui oleh Prof Amin Rais amandemen dengan melucuti kewenangan MPR adalah suatu yang Naif .
Arus balik mulai terasa dari Demokrasi Mbelgedes menuju sistem pemilihan lewat MPR dengan permusyawaratan perwakilan dari demokrasi brutal kembali pada demokrasi permusyawaratan yang bermartabat.
Ada kesalahan yang akut pada sebagian intelektual atau mungkin juga mereka agen asing yang tidak ingin kembali ke UUD 1945.
Mereka mengatakan pemilihan lewat MPR itu kata mereka penghinaan karena suara kaum cerdik pandai itu diwakilkan pada orang orang yang tidak jelas di MPR.
Dari berbagai diskusi persepsi ini sengaja di bangun padahal jika pemilihan lewat MPR bukan hanya suara yang diwakilkan tetapi pikiran pikiran mereka akan tersampaikan .
Bukan nya kaum cerdik pandai itu diwakili oleh organisasi Profesi nya bahkan bisa diwakili oleh tiga atau lebih organisasi yang di ikuti contoh .
Saya Muhammadyah, saya juga seorang Insyinyur dan saya juga ikut Anggota KADIN dan suara saya diwakili utusan golongan dari Muhammadyah, juga utusan golongan Profesi PII dan KADIN.
dan pikiran-pikiran saya terwakili di tiga organisasi yang saya sebagai Anggota maka pikiran pikiran itu akan dituangkan di dalam GBHN Sehingga peran serta intelektual dihargai sesuai dengan profesi nya.
Bagaimana dengan Pemilihan langsung maka suara saya berhenti pada bilik suara dan Gelar pendidikan saya Profesor Doktor disetarakan dengan kuli pelabuhan ,kuli bangunan sama satu suara. Jadi sebagai intelek tual anda tidak dihargai dalam pemilihan langsung .
Tetapi jika pemilihan lewat MPR kepintaran anda dihargai bukan hanya suara anda.
Bahkan lebih jauh pikiran pikiran kaum intelektual itu tidak berhenti menjadi Garis Garis Besar Haluan Negara tetapi juga menjadi kontrol pelaksanaan GBHN jika presiden yang diberi mandat menyelewengkan GBHN maka bisa di turunkan itulah yang nama nya kedaulatan rakyat .
Bandingkan dengan pilsung ketika kita tidak setuju dengan UU Cipta kerja maķa buruh akan berdemo berjilid jilid ya ngak direspon ketika tidak setuju dengan IKN Protes demo berhari hari bahkan Ricky Gerung dengan bangga nya melontarkan perkataan pada Jokowi “Bajingan Tolil ” juga dianggap angin lalu .
Jika sistem MPR dikembalikan maka terjadi disrupsi pada para blantik demokrasi mbelgedes maka yang paling tidak setuju lembaga survey,konsultan politik ,oligarkhy ,gerombolan pendukung yang jika menang bisa jadi komisaris di BUMN dan Partai politik yang tidak perna berfikir tentang bangsa dan negara tetapi asik korupsi memperkaya diri sendiri .Coba perhatikan saja partai partai yang tidak setuju kembali ke UUD 1945 dan Pancasila .
Partai-partai yang tidak mau kembali ke UUD 1945 dan Pancasila adalah para koruptor dan pengkhianat terhadap bangsa dan negara nya sebab UUD 2002 telah membubarkan negara yang diproklamasikan 17Agustus 1945 oleh Soekarno Hatta.