OLEH : ENTANG SASTRAATMADJA
Penugasan Pemerintah kepada Perum Bulog untuk menyerap beras sebesar 3 juta ton, bukanlah hal mudah untuk digarap. Dengan keterbatasan petugas Perum Bulog di lapangan, upaya menyerap beras 3 juta ton ditengah iklim dan cuaca yang susah ditebak, betul-betul meminta Keluarga Besar Perum Bulog untuk dapat menunjukkan kinerja terbaiknya.
Untuk mewujudkan “keinginan politik” seperti ini, tidak mungkin hanya akan ditempuh oleh Perum Bulog sendirian. Saat inilah “kemitraan integratif” antara Perum Bulog dengan petani, penting untuk dihangatkan lagi. Petani padi sangat berharap kepada Presiden Prabowo agar Perum Bulog memberi pelayanan prima terhadap apa yang menjadi dambaan masyarakat.
Menjelang berlangsungnya puncak panen raya yang diprediksi bakal terjadi di bulan Maret-April mendatang, petani sangat berharap supaya Pemerintah segera memberi bantuan alat pengering gabah. Hal ini penting, karena kalau panen raya kali ini berbarengan dengan musim hujan, mana mungkin petani akan menghasilkan gabah kering panen yang memiliki kadar air maksimal 25 % dan kadar hampa maksimal 10 %.
Tanpa terbitnya sinar matahari dan tanpa dimilikinya alat pengering gabah, dijamin halal 100 %, petani akan menghasilkan “gabah basah”. Sesuai dengan penugasan yang diberikan Pemerintah dalam penyerapan gabah, mau tidak mau, Perum Bulog akan mendapatkan gabah basah. Resikonya, Perum Bulog cenderung akan menghasilkan beras dengqn kualitas yang kurang baik.
Itu sebabnya, kalau Perum Bulog ingin menyerap gabah dan beras petani dengan kualitas baik, maka salah satu syarat mutlaknya segera berikan alat pengering gabah yang berteknologi sederhana, sehinggq tidak menyulitkan petani dalam mengoperasionalkannya. Akan lebih keren bila Perum Bulog dapat menggandeng para Penyuluh Pertanian guna sosialisasi penggunaan alat pengering gabah tersebut.
Tak kalah penting untuk dibahas lebih dalam, agar Perum Bulog dapat menyerap gabah dan beras petani sebanyak-banyaknya, sepertinya sangat dibutuhkan semacam Satuan Tugas Penyerapan Gabah dan Beras Petani. Satuan Tugas ini dapat dibentuk dengan melakukan kerja-sama antara Perum Bulog dengan Perguruan Tunggi yang tersebar di banyak daerah.
Sinergitas dan kolaborasi antara Perum Bulog dan Perguruan Tinggi, mestinya dirancang secara permanen dan berkelanjutan, sehingga Satuan Tugas yang dibentuk akan lebih terukur kinerjanya. Pengalaman penyelenggaraan Satuan Tugas Pengadaan Pangan Dalam Negeri Tahun 1980 yang digarap Bulog dengan IPB, dapat dijadikan refrensi bila sekarang akan dibentuk Satgas lagi.
Pengalaman 45 tahun lalu tersebut, secara semangat tentu masih sangat relevan untuk dijadikan pilihan dalam upaya menyerap gabah dan beras sebanyak-banyaknya dari hasil produksi petani dalam negeri. Turunnya para mahasiswa ke lapangan, tentu bukan cuma menunaikan Tri Dharma Perguruan Tinggi, namun juga sebagai proses bertemu langsung para mahasiswa dengan para petani di lapangan.
Dengan semakin menyebarnya jumlah Perguruan Tinggi di daerah, sebetulnya Perum Bulog tidak terlampau sulit untuk membentuk Satuan Tugas dimaksud. Sebagai contoh di Jawa Barat. Sebagaimana diketahui, Jawa Barat hari ini memiliki 5 Wilayah Pembangunan. Di setiap Wilayah dapat dibuat kerja-sama Perum Bulog dengan Perguruan Tinggi yang ada di wilayah tersebutm
Dalam teknis pelaksanaannya, di Wilayah Bandung Raya, bisa bermitra dengan Universiras Padjadjaran. Kemudian di Wilayah Purwasuka dapat bekerja sama dengan Universitas Subang. Di wilayah Bogor, Sukabumi, Cianjur bermitra dengan IPB. Di Wilayah Ciayunajakuning, bisa bermitra dengan Universitas Swadaya Gunung Jati (Uswagati) Cirebon. Dan di Wilayah Priangan Timur bisa bekerja-sama dengan Universitas Tasikmalaya (Unsil).
Hal yang sama, dapat juga dilakukan di Jawa Tengah, Jawa Timur dan Provinsi lain yang selama ini dikenal sebagai lumbung padi nasional. Divre Perum Bulog di Provinsi dimintakan tampil sebagai “prime mover: dalam menggerakan Satuan Tugas Penyerapan Gabah dan Beras dalam negeri ini. Persoalannya adalah apakah Perum Bulog di setiap tingkatan regional siap untuk menggarapnya ?
Menyerap 3 juta ton beras dalam suasana panen yang ditengarai berlangsung di musim hujan, tentu saja membutuhkan persiapan matang dari segenap Keluarga Besar Perum.Bulog di semua tingkatan. Dibawah kendali Direktur Utama dengan arahan dari Ketua Dewan Pengawas, bagaimana cara yang harus ditempuh agar Perum Bulog mampu menyerap gabah dan beras, sesuai dengan yang ditargetkan.
Satuan Tugas Penyerapan Gabah dan Beras Dalam Negeri sifatnya ad hok-non struktural. Satgas ini dibentuk sebagai alat bantu dalam mempercepat tercapainya target penyerapan. Selain itu, para mahasiswa yang tergabung dalam Satgas, dapat mempelajari bagaimana perilaku pelaku bisnis gabah dan beras di lapangan. Mahasiswa juga bisa mencermati benarkah mereka memiliki “suasana kebatinan” yang cukup kuat dengan para petani ?
Di sisi lain, ada anggapan para pelaku bisnis gabah di lapangan (bandar/tengkulak/pedagang/pengusaha) betul-betul berperan penting dalam menentukan harga gabah saat panen raya tiba. Disini perlu dicermati apakah benar anjloknya harga gabah setiap musim panen tiba disebabkan oleh kelakuan mereka yang memang memiliki kekuatan untuk melakukannya ?
Jawaban atas pertanyaan ini, tentu akan semakin terang benderang, sekiranya para mahasiswa bersama Perum Bulog turun ke lapangan. Lewat Satgas inilah, kita akan mengetahui bagaimana sulitnya menyerap gabah dan beras sebagaimana yang ditargetkan. Ayo selamat berjuang ! (PENULIS, KETUA DEWAN PAKAR DPD HKTI JAWA BARAT).