Jakarta-Fusilatnews – Dalam diskusi bertajuk “Indonesia Darurat Ibu Negara” yang digelar di ICMI Pusat, Jakarta pada 14 Oktober 2024, nama Titi Soeharto, putri almarhum Presiden Soeharto, kembali mencuat sebagai calon Ibu Negara untuk mendampingi Presiden terpilih Prabowo Subianto. Diskusi yang diselenggarakan oleh Benteng Berkarya Rescue Indonesia ini menghadirkan beberapa tokoh, di antaranya DR Herawati Tarigan (Pengurus ICMI), Indra J Piliang SS, dan Lili Erawati (Ketua umum Manifest 98) , dengan moderator Ahmad Ismail.
Herawati Tarigan menekankan pentingnya peran seorang Ibu Negara dalam stabilitas pemerintahan, terutama dari segi psychological parenting. “Dalam rumah tangga, peran seorang ibu sangat vital dalam membentuk kepribadian dan ketaatan anak, serta mempengaruhi stabilitas rumah tangga secara keseluruhan. Peran ini bisa sangat penting bagi stabilitas seorang presiden,” jelasnya.
Sementara itu, meski Titi Soeharto masih berstatus istri lama Prabowo yang secara agama belum bercerai, ada pandangan Fiqh yang menyatakan bahwa jika suami tidak memberikan nafkah selama tiga bulan berturut-turut, maka talak pertama bisa dijatuhkan. Kendati demikian, para panelis menekankan bahwa peran Ibu Negara tak harus berkaitan langsung dengan hubungan pernikahan, menyoroti contoh pemimpin dunia seperti Vladimir Putin yang menjalankan tugas kepresidenan tanpa pendamping.
Diskusi juga menyoroti berbagai tantangan yang dihadapi oleh seorang Ibu Negara, seperti menghadapi isu-isu KB, gender, LGBT, serta peran dalam majelis-majelis talim. Meskipun posisi Ibu Negara tidak memiliki dasar hukum yang jelas dalam hal anggaran negara, perannya dalam mendukung psychological stability pemerintahan melalui pendekatan yang lebih informal dianggap sangat penting.
“Semoga kita tidak lagi melihat Ibu Negara dari dinasti politik yang terlibat dalam KKN,” ungkap Mahdi dalam sesi penutup, mengingatkan bahwa peran seorang Ibu Negara harus bebas dari praktik nepotisme yang kerap menjadi sorotan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Diskusi ini memberikan pandangan yang menarik tentang bagaimana figur Ibu Negara dapat menjadi faktor kunci dalam pemerintahan Prabowo, sembari tetap mempertimbangkan aspek hukum dan etika yang ada.