Pandangan Barat Anti Islam
Dalam ranah politik global, terutama di negara-negara Barat, dukungan terhadap Islam sering muncul atas nama keragaman, kesetaraan, dan inklusi. Para pemimpin politik progresif cenderung memberikan ruang bagi Islam, termasuk elemen-elemen yang lebih radikal, karena alasan kebijakan pluralisme. Kritik terhadap Islam, terutama terhadap praktik-praktik yang dianggap kurang sejalan dengan nilai-nilai modern, seringkali dicap sebagai kebencian atau “hate speech,” yang berpotensi mengancam kebebasan berpendapat.
Aliansi antara kelompok progresif dengan Islam, meskipun kuat, mengalami gesekan terutama dalam isu-isu sensitif seperti identitas gender dan hak-hak LGBTQ. Dalam banyak kasus, para politisi cenderung menutup mata terhadap aspek-aspek regresif dalam praktik-praktik tertentu Islam karena melihatnya sebagai sekutu strategis dalam mencapai tujuan politik mereka. Mereka memanfaatkan dukungan dari komunitas Muslim untuk memajukan agenda mereka terkait kesetaraan dan keadilan sosial.
Salah satu pengikat kuat dalam aliansi ini adalah kebencian terhadap Israel dan Yahudi, yang masih menjadi tema sentral di banyak diskursus politik. Dukungan terhadap Palestina sering digunakan sebagai alasan untuk menyamarkan bentuk-bentuk radikalisme atau ekstremisme dalam gerakan politik berbasis Islam. Di sisi lain, kebencian ini menimbulkan ketegangan antara kelompok pro-Islam dan lainnya, terutama terkait anti-Semitisme.
Namun, di balik permukaan, ada dinamika yang lebih kompleks. Progresivisme dan Islam memiliki nilai-nilai dasar yang sangat berbeda, terutama dalam hal isu-isu seperti kebebasan beragama, hak perempuan, dan hak individu lainnya. Sementara Islam cenderung konservatif, progresivisme menuntut perubahan sosial radikal yang seringkali bertentangan dengan ajaran agama. Hal ini menimbulkan dilema di kalangan politisi progresif: di satu sisi, mereka mendukung kelompok yang secara tradisional terpinggirkan, seperti Muslim, tetapi di sisi lain, mereka menghadapi konflik nilai yang tak terhindarkan.
Ke depan, dukungan politik untuk Islam bisa menghadapi tantangan lebih besar seiring dengan berkembangnya isu-isu yang memecah belah antara agenda Islam dan progresivisme. Rentannya aliansi ini bisa mengarah pada perdebatan publik yang lebih sengit, terutama ketika menyentuh topik-topik sensitif seperti kebebasan berekspresi, hak minoritas seksual, dan penegakan hukum. Tantangan ini menuntut pendekatan yang lebih hati-hati dalam menyelaraskan pluralisme dengan prinsip-prinsip hak asasi manusia yang universal.
Jawaban Islam
Dukungan Politik terhadap Islam: Perspektif dalam Islam
Dalam Islam, politik memiliki dimensi spiritual dan sosial yang terintegrasi, dengan tujuan menciptakan keadilan dan kesejahteraan masyarakat. Islam menekankan pentingnya menegakkan prinsip keadilan (al-‘adl
) dan kesetaraan (musawah
) dalam kehidupan bermasyarakat. Hal ini mencerminkan pandangan bahwa politik adalah sarana untuk mencapai kemaslahatan umum (maslahah al-‘ammah
), di mana kepentingan individu dan kolektif dipertimbangkan berdasarkan prinsip keadilan yang ditetapkan oleh hukum syariah.
Islam menekankan pentingnya pemerintah yang berfungsi untuk melindungi hak-hak individu, memelihara perdamaian, dan memerangi ketidakadilan (dhulm
). Dalam konteks politik, umat Islam memiliki tanggung jawab untuk memilih dan mendukung pemimpin yang adil, jujur, dan kompeten, yang disebut sebagai khalifah fil-ardh (wakil Allah di bumi). Pemimpin ini diharapkan bertindak berdasarkan akhlak Islam, seperti integritas (amanah
), kesadaran hukum (taqwa
), dan pelayanan masyarakat (khidmah
).
Di dunia modern, Islam tidak menolak pluralisme politik, selama nilai-nilai dasar Islam tidak dilanggar. Misalnya, kebebasan beragama dan hak untuk berekspresi tetap penting, tetapi dalam kerangka yang menghormati norma-norma sosial dan moralitas Islam. Oleh karena itu, dukungan politik terhadap Islam sering dianggap sebagai bagian dari upaya untuk menegakkan nilai-nilai universal yang bersumber dari ajaran agama, seperti perdamaian, keadilan, dan kemanusiaan.
Dalam isu-isu kontemporer seperti gender, hak asasi manusia, dan pemerintahan yang baik, Islam menawarkan pandangan yang menyeimbangkan antara hak individu dengan kesejahteraan komunitas. Sehingga, Islam memandang politik sebagai alat untuk menjaga keseimbangan antara kebebasan individu dan tanggung jawab sosial, dengan tetap berlandaskan pada hukum yang diturunkan oleh Allah.
Dukungan politik terhadap Islam, oleh karena itu, tidak hanya sekadar memperjuangkan hak-hak minoritas Muslim, tetapi juga upaya untuk membangun tatanan sosial yang berkeadilan, berdasarkan prinsip-prinsip etika yang mendalam dalam ajaran Islam.