OLEH : ENTANG SASTRAATMADJA
Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) menetapkan Kepala Badan Pangan Nasional menjadi Ketua Dewan Pengawas Perum Bulog, pasti tidak berdasarkan kepentingan politik. Sebab, kalau itu yang dijadikan dasar berpijaknya maka kemungkinan besar yang bakal dipilihnya adalah konco-konco politiknya. Kang Arief Prasetyo Adi adalah sosok profesional yang tumbuh dan berkembang di kalangan dunia usaha, bail swasta atau BUMD/BUMN.
Selain itu, kita juga memahami Badan Pangan Nasional merupakan regulator pangan yang dilahirkan oleh Peraturan Prwsiden No. 66/2021 sebagai lembaga pangan tingkat nasional yang diamanatkan.UU No. 18/2012 tentang Pangan. Di lain pihak, Pemerintah telah memposisikan Perum Bulog sebagai operator pangan. Menjadi menarik diamati, apa kelebihan dan kekurangannya, jika regulator pangan mengawasi operator pangan.
Menghadapi musim panen kali ini, sebagai regulator pangan Badan Pangan Nasional telah menugaskan Perum Bulog untuk melaksanakan serap gabah dan beras produksi dalam negeri 2025. Lebih jelasnya, sesuai Penugasan Kepala Badan Pangan Nasional kepada Direktur Utama Perum Bulog No. 21/TS 03.03/K/1/2025, disana tertulis, Perum Bulog diberi tugas untuk menyerap gabah dan beras secara bersamaan.
Mengingat tugas yang demikian, menjadi tidak relevan jika ada yang mempersoalkan Perum Bulog beli gabah atau beras dalam panen raya padi ini ? Hal ini penting disampaikan, karena sekarang ini banyak usulan agar Perum Bulog lebih memberi prioritas kepada penyerapan gabah petani ketimbang membeli beras dari para pelaku bisnis beras di lapangan.
Aspirasi semacam ini, cukup masuk akal. Betapa tidak ! Alasannya, sebagian besar petani padi di Tanah Merdeka ini, memang pantas disebut sebagai petani gabah mengingat hasil akhir usahatani padi yang digarapnya berujung dalam bentuk gabah. Dengan seabreg keterbatasannya, petani cukup sulit untuk mengolah gabah kering pandn (GKP) menjadi gabah kering giling (GKG), atau pun menjadi beras.
Dengan kata lain dapat juga disampaikan, bila Pemerintah berkenan untuk memberi nilai tambah ekonomi yang lebih tinggi bagi petani, maka yang perlu digarap adalah merubah posisi “petani gabah” menjadi “petani beras”. Itu sebabnya, sudah sejak lama diusulkan agar petani yang tergabung dalam Kelompok Tani (Koptan) atau Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan), penting diberi Bansos Alsintan Paska Panen seperti mesin penggilingan padi (Huller) skala mini.
Jujur kita akui, selama ini, para petani padi mengalami kesulitan untuk mengolah gabah menjadi beras atau menjual hasil panennya dalam bentuk beras. Masalahnya, bukan hanya disebabkan oleh adanya kemesraan antara petani dengan para bandar dan tengkulak, namun juga petani memang tidak memiliki kemampuan untuk mengolahnya.
Dalam bahasa yang tidak jauh berbeda, dapat juga disebutkan, umum nya para petani kita akan berhenti dan selesai berusahatani nya bila mereka sudah memanen tanaman nya dalam bentuk gabah. Mereka menjual gabah nya kepada para pedagang. Ada juga yang menjual tanaman padi nya sebelum di panen. Memelas nya, ketika musim panen tiba, mereka hanya bisa duduk termenung di pinggiran sawah nya.
Dihadapkan pada kondisi demikian, penugasan Pemerintah yang diberikan kepada Perum Bulog, tentu bukan hanya sekedar menyerap gabah atau membeli beras semata, namun seiring dengan itu, Perum Bulog diminta pula untuk dapat meningkatkan pendapatan atau penghasilannya, sehingga kesejahteraan hidupnya menjadi semakin membaik.
Mencermati rekam jejak Perum Bulog selama 57 tahun, apakah selama 36 tahun hadir sebagai Lembaga Pemerintah Non Departemen (LPND) di era Pemerintahan Orde Baru atau pun selama 21 tahun menjadi sebuah Badan Usaha Milik Negara dalam wujud Perusahaan Umum (…