Oleh: Radhar Tribaskoro
Kemaren di media massa ramai berita “KAMI Jabar danai demo UU Cipta Kerja”
Judul-judul yang beredar sangat tendensius, seakan-akan KAMI Jabar mengorganisir semua demo UU Cipta Kerja. Kalau hal itu betul, KAMI Jabar pasti sangat bangga. Hebat
bener, kan?
Judul-judul itu sudah pasti menghina jatidiri buruh dan mahasiswa. Mereka adalah pribadi dan kesatuan yang mandiri. Mereka tidak butuh dukungan pihak lain untuk memperjuangkan nilai-nilai mereka. Bahkan. Bahkan ada tembok menjulang jurang curam tidak akan menghalangi perjuangan mereka menuju cita-cita mereka.
Jadi, omong kosong dengan framing “buruh dan mahasiswa telah ditunggangi”. Framing tersebut mengambil-oper tuntas wacana Orde Baru ketika menghadapi unjuk rasa dari masyarakat. Itu WACANA HARMOKO! Kalau sekarang hal itu disampaikan oleh Ketua Umum Golkar Airlangga Hartarto, kita semua jelas “buah tidak jatuh jauh dari pohonnya”.
KAMI adalah gerakan moral. Diantara deklarator dan simpatisan KAMI banyak terdapat emak-emak. Anak mereka ada di dalam barisan mahasiswa unjuk-rasa, ada pula anak, suami dan kerabat yang berada di barisan buruh. Mereka prihatin atas dampak UU Cipta Kerja kepada keluarga maupun kepada masyarakat.
Hal itu menggerakkan aksi kemanusiaan. Menurut pengalaman sebelumnya banyak pendemo yang terjebak dalam kebrutalan aparat, pendemo juga acap abai membawa bekal minum dan makanan.
Dalam kaitan itu banyak warga masyarakat menyalurkan keprihatinan mereka dengan menyediakan obat-obatan, makanan dan minuman. Nilainya kira-kira 12 juta rupiah. Relawannya 64 orang termasuk dua orang dokter dan dua ambulans.
Semuanya adalah untuk kerja kemanusiaan. Di jaman reformasi ini jangan soal begini dipersoalkan. Di masa mahasiswa saya dulu, polisi tidak menangkapi masyarakat yang menyediakan air minum untuk pengunjuk rasa. Ketika mahasiswa ITB berkali-kali turun ke jalan tahun 1970-80an, ibu-ibu mereka dari Ikatan Orangtua Mahasiswa menyediakan obat, makanan dan minuman. Rumah IOM selalu menjadi persinggahan mahasiswa yang kelaparan atau luka. Polisi Orde Baru tahu tapi mereka tidak menangkap siapa-siapa, emak-emak bahkan para aktivisnya.
Tidak pernah polisi Orde Baru menangkapi emak-emak lantaran kerja kemanusiaan. Apakah rejim penguasa sekarang yang mengklaim mengoreksi otoriterisme Orde Baru justru bertindak kebalikannya?