“Maka threshold sebenarnya sudah tidak ada. Bisa juga ditegaskan dalam pengaturan di UUD 1945 bahwa treshold tidak ada ,” tegasnya.
Jakarta – Fusilatnews – Wacana MPR kembali berwenang memilih presiden lewat amendemen UUD 1945. memperoleh Perlawanan dari Guru besar hukum tata negara Universitas Indonesia , Profesor Yusril Ihza Mahendra
Yusril meminta pemilihan langsung presiden-wakil presiden yang berjalan sejak 2004 silam dipertahankan.
“Karena sudah berjalan sejak 2004, maka Pilpres langsung oleh rakyat biarkanlah berjalan sebagaimana mestinya. Kurang tepat juga jika MPR membahas masalah tersebut,” kata Yusril Ahad (9/6/2024)
Dalam pandangannya Yusril meminta UUD 1945 mengatur lebih rinci mekanisme pemilihan presiden.
Karena menurut Yusril saat ini mekanisme pemilihan Presiden itu lebih banyak diatur di dalam Undang-undang ketimbang UUD 1945.
Dalam kasus ini Yusril menyoroti salah satu klausul yang seharusnya tak termaktub di UUD. ternyata diatur dalam UU, yakni ambang batas pencalonan presiden.
Ia menegaskan UUD 1945 hanya menyatakan capres dan cawapres diajukan oleh partai politik peserta pemilu.
“Maka threshold sebenarnya sudah tidak ada. Bisa juga ditegaskan dalam pengaturan bahwa treshold tidak ada lagi,” tegasnya.
Ambang batas pencalonan presiden memang diatur di level UU, in casu Pasal 222 UU No. 7 Tahun 2017 tentang Pemilu. Sementara, Pasal 6A ayat (2) UUD 1945 hanya menyatakan capres dan cawapres diusulkan oleh parpol atau gabungan parpol peserta pemilu.
Yusril menekankan hal-hal seperti itulah yang kemudian harus dibenahi guna mencapai taraf demokrasi yang matang dan sehat.
Pada saat yang sama, Yusril juga menyarankan agar UUD 1945 juga mengatur apabila pilpres hanya diikuti oleh satu pasang calon yang kini belum diatur di level konstitusi.
Sebelumnya, wacana amandemen UUD 1945 mengemuka. Wacana itu berkembang usai pertemuan antara pimpinan MPR dengan Mantan Ketua MPR 1999-2004, Amien Rais beberapa waktu lalu.
Usai pertemuan, Amien mengaku tak keberatan jika MPR kembali jadi lembaga tertinggi dan memiliki kewenangan untuk memilih presiden.
“Jadi sekarang kalau mau dikembalikan dipilih MPR, mengapa tidak? MPR kan orangnya berpikir, punya pertimbangan,” kata Amien dalam konferensi pers.