Oleh: Karyudi Sutajah Putra, Analis Politik pada Konsultan dan Survei Indonesia (KSI)
Jakarta – Belanda masih jauh. Ibarat anak khitan belum sembuh. Tapi partai-partai sudah mulai ancang-ancang bertarung di Pemilu 2029. Mereka kembali mendukung Prabowo Subianto. Partai-partai “nggege mongso” (mendahului musim atau berbuat sesuatu sebelum tiba masanya). Betapa tidak?
Sekretaris Jenderal (Sekjen) Partai Solidaritas Indonesia (PSI) Raja Juli Antoni lantang menyatakan partaimya kembali mendukung Prabowo Subianto sebagai calon presiden pada Pemilu 2029. Begitu pun Sekjen Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Aboe Bakar Al Habsyi. PKS, katanya, akan terus bersama Prabowo.
Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Muhaimin Iskandar mengaku mendapat tawaran dari Prabowo untuk tetap berada dalam Koalisi Indonesia Maju (KIM) secara permanen sampai kapan pun. Begitu pun parpol-parpol lainnya yang tergabung dalam KIM Plus (KIM ditambah PKB, PKS dan Partai Nasdem).
KIM sendiri terdiri atas Partai Gerindra, Partai Golkar, Partai Amanat Nasional (PAN) dan Partai Demokrat. KIM ini pada Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024 mendukung capres-cawapres, Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka.
Adapun PKB, Nasdem dan PKS mendukung Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar. Usai kalah di Pilpres 2024, ketiganya balik badan mendukung Prabowo-Gibran.
Sementara PDI Perjuangan merupakan satu-satunya partai di parlemen yang mengusung Ganjar Pranowo-Mahfud Md di Pilpres 2024. Setelah kalah, sempat ada tanda-tanda PDIP akan mendukung Prabowo-Gibran atau masuk KIM Plus. Namun hingga kini rencana itu tak kunjung terwujud. Dari 8 partai yang lolos ke Senayan di Pemilu 2024, PDIP-lah satu-satunya partai yang menjadi semacam oposisi.
Kini, partai-partai itu telah “nggege mongso”. Padahal, ibarat perang di masa kolonial, tentara Belanda posisinya masih jauh dari tentara Indonesia.
Ibarat anak khitan, lukanya belum kering atau sembuh. Kegaduhan dan hiruk-pikuk Pilpres 2024 hingga kini masih terasa.
Namun, mereka sudah mulai berebut kuasa. Padahal banyak masalah yang sedang dihadapi rakyat dan negara.
Kisruh program makan bergizi gratis, misalnya, masih berlangsung. Kisruh gas elpiji melon langka masih terasa. Kisruh pagar laut ilegal di Tangerang, Banten, dan Bekasi, Jawa Barat, serta daerah-daerah lainnya belum selesai.
Sementara para politisi itu seakan tutup mata dan telinga. Mereka asyik-masyuk berebut kuasa. Kuasa untuk siapa?
Kuasa untuk mereka, bukan untuk rakyat. Apalagi rakyat jelata. Mereka berharap kembali menjadi menteri. Kalau sudah jadi menteri, mereka akan mengusung sanak keluarganya menjadi kepala daerah. Begitu seterusnya.
Sedangkan nasib rakyat tak pernah berubah. Harga barang-barang kebutuhan pokoklah yang terus berubah. Makin tak terjangkau harganya.
Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) terjadi di mana-mana akibat efisiensi 300 triliun lebih anggaran negara. Efisiensi itu dilakukan untuk membiayai program makan bergizi gratis dan membayar utang luar negeri Indonesia warisan Presiden ke-7 RI Joko Widodo.
Hari ini anak-anak makan bergizi gratis, esok hari orangtua terkena PHK. Pemerintah lebih memilih memberikan ikan kecil bagi rakyatnya daripada memberikan kail dengan lapangan kerja.
Para politikus itu seakan tak punya empati terhadap penderitaan rakyat. Sekali lagi, mereka asyik-masyuk betebut kuasa.
Dukung Gibran
Yakinkah partai-partai itu akan benar-benar mendukung Prabowo di Pilpres 2029? Terutama PSI. Apalagi jika nanti Gibran pecah kongsi dengan Prabowo dan maju sendiri. Gibran adalah kakak kandung Ketua Umum PSI Kaesang Pangarep. Keduanya anak dari Jokowi alias Mulyono.
Pada 2029 nanti, usia Prabowo juga sudah 78 tahun. Yakinkah bekas Komandan Jenderal Kopassus ini masih mampu menjadi Presiden?
Yakin pulakah menteri-menteri itu tak akan maju sendiri sebagai capres/cawapres? Cak Imin dan Ketua Umum Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono, misalnya.
“Nggege mongso” boleh. Tapi menjadi bodoh, jangan.