Oleh: Karyudi Sutajah Putra, Calon Pimpinan KPK 2019-2024
Jakarta – Diam berarti setuju. Demikianlah pemahaman umum yang berlaku hingga kini.
Maka ketika profesinya dilecehkan, sementara advokat diam saja, munculllah tanda tanya besar: ada apa?
Adalah Guru Besar Hukum Pidana Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta Edward Omar Syarief Hiariej alias Eddy Hiariej yang patut diduga melecehkan profesi advokat.
Dalam podcast yang viral di TikTok dan dikutip, Kamis (28/8/2025), Eddy yang kini memangku jabatan sebagai Wakil Menteri Hukum ini mengatakan para advokat tak pantas menyandang status sebagai “officium nobile” (profesi yang mulia) karena tingkah laku mereka.
Wajah hukum di Indonesia, kata Eddy, tidak ditentukan oleh advokat, tapi oleh tiga lembaga: kepolisian, kejaksaan dan pengadilan.
Dikutip dari sebuah sumber, “officium nobile” adalah frasa Latin yang berarti “profesi mulia,” merujuk pada profesi hukum seperti advokat dan notaris yang dianggap mulia karena sifatnya yang melayani kemanusiaan, menegakkan keadilan, dan bertindak sebagai pembela kepentingan publik.
Istilah ini menekankan idealisme dan etika tinggi dalam menjalankan profesi, meskipun penerapannya dalam praktik kini sering diperdebatkan karena adanya aspek komersial dan persaingan di antara para profesional hukum.
“Officium nobile” menggambarkan profesi yang dijalankan atas dasar panggilan nurani, rasa tanggung jawab, dan pengorbanan demi keadilan dan kemanusiaan, bukan sekadar mencari keuntungan.
Profesi advokat, misalnya, disebut demikian karena perannya dalam memberikan perlindungan hukum, membela yang lemah, dan memastikan martabat kemanusiaan serta nilai keadilan.
Akan tetapi, ketika profesinya dilecehkan, sejauh ini tak ada organisasi profesi advokat seperti Perhimpunan Advokat Indonesia (Peradi) dan Ikatan Advokat Indonesia (IAI) bersuara membela profesi anggotanya. Tak juga pimpinan atau anggota organisasi advokat dimaksud. Mereka diam saja. Membisu. Beberapa advokat senior yang saya hubungi juga menolak bersuara.
Ada dua kemungkinan mengapa para advokat diam ketika profesi mereka dilecehkan.
Pertama, setuju bahwa mereka tidak pantas menyandang profesi mulia karena banyaknya oknum advokat yang bermasalah. Sebut saja OC Kaligis yang pernah dipenjara karena kasus suap.
Lalu, Fredrich Yunadi yang pernah dipenjara dalam kasus obstruction of justice atau perintangan penyidikan saat menjadi pengacara Setya Novanto, bekas Ketua DPR dan Ketua Umum Partai Golkar.
Pun Lisa Rahmat, pengacara Ronald Tannur, yang dipenjara karena menyuap hakim Pengadilan Negeri (PN) Surabaya, Jawa Timur.
Kedua, tidak berani melawan Eddy Hiariej yang saat ini menjabat Wakil Menteri Hukum. Jika berani melawan, izin praktik advokat mereka bisa terancam dicabut.
Dus, para advokat memilih diam saja ketika profesinya dilecehkan. Bisa karena setuju dengan stigma miring itu, bisa karena takut. Yang dominan adalah takutnya.

Oleh: Karyudi Sutajah Putra, Calon Pimpinan KPK 2019-2024





















