Jakarta, Fusilatnews – Dalam rapat paripurna pelantikan pimpinan DPRD DKI periode 2024-2029 di Gedung DPRD DKI, Jalan Kebon Sirih, Jakarta Pusat, Jumat (4/10/2024), Ketua Sementara DPRD Jakarta, Ahmad Yani, menjadi sorotan mantan Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok. Ahok menuding Yani tidak memahami UU Keprotokolan karena salah dalam urutan penyebutan nama tamu dalam pidatonya.
Ahmad Yani, yang berasal dari PKS, sempat memberikan sambutan kepada sejumlah tamu yang hadir dalam acara tersebut. Dalam pidatonya, Yani menyapa Pejabat (Pj) Gubernur DKI Heru Budi Hartono dan segenap jajaran eksekutif, Forkopimda DKI Jakarta, anggota DPR RI Dapil DKI Jakarta, DPD Dapil DKI Jakarta, serta pimpinan partai politik di Provinsi DKI Jakarta. Setelah itu, Yani juga menyebut pimpinan DPP PKS seperti Hidayat Nur Wahid, Ahmad Heryawan, dan Habib Abou Bakar Al-Habsyi.
Namun, momen yang menjadi sorotan adalah ketika Yani menyebut nama calon gubernur (cagub) dan calon wakil gubernur (cawagub) DKI Jakarta, termasuk M. Ridwan Kamil, Suswono, Pramono Anung, Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok, Ahmad Riza Patria, Fahira Idris, Prasetyo Edi Marsudi, Putra Nababan, Adi Wijaya alias Aming, Merry Hotma, serta tokoh masyarakat dan agama lainnya.
Sekretaris DPRD Provinsi DKI Jakarta, Augustinus, menjelaskan bahwa pihak DPRD sebenarnya hanya mengundang unsur kelembagaan, yaitu pejabat Pemprov DKI, Forkopimda DKI, dan pejabat instansi vertikal. Namun, ia tidak mempermasalahkan pidato Yani yang juga menyebutkan tokoh-tokoh lainnya di luar undangan resmi.
Basuki Tjahaja Purnama, yang turut hadir bersama cagub DKI Pramono Anung, tampak kesal dengan urutan penyebutan namanya yang didahului oleh Ridwan Kamil. Ahok mempertanyakan mengapa pimpinan DPRD DKI tidak memahami Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2010 tentang Keprotokolan, yang mengatur urutan penyebutan pejabat publik.
“Saya tidak ada masalah dengan Ridwan Kamil secara pribadi,” kata Ahok, “Tapi seharusnya pimpinan dewan memahami UU Keprotokolan dan menyebut nama sesuai dengan aturan, terutama mengingat saya mantan gubernur yang memiliki kedudukan protokoler.”
Ahok menilai kejadian ini mencerminkan kurangnya pemahaman pimpinan dewan terhadap tata aturan protokoler yang seharusnya dijunjung tinggi, terutama dalam acara resmi kenegaraan seperti pelantikan ini.