Oleh: Prihandoyo Kuswanto-Ketua Pusat Studi Kajian Rumah Pancasila.
PELAPUKAN terhadap Negara bangsa Indonesia semakin hari semakin terasa sejak kesepakatan dan konsensus berbangsa dan bernegara yaitu UUD 1945 diganti dengan UUD 2002.
Mengamandemen UUD 1945 dan membuang Penjelasan UUD 1945 yang berisi pokok-pokok pikiran pembukaan UUD 1945 adalah tindakan jahat sama arti nya menghilangkan Panca Sila sebagai Ideologi Negara, sebab tafsir Ideologi negara berdasarkan Pancasila ya UUD 1945 asli, dari pembukaan, batang tubuh dan penjelasannya.
Negara tidak lagi didasarkan pada Panca Sila dan UUD 1945 yang asli. Sebab aliran pemikiran ke Indonesia an telah diamandemen, dari sistem negara berdasarkan Panca Sila menjadi sistem negara Presidenseil yang basisnya individualisme , liberalisme, kapitalisme.
Pertarungan pilpres kali ini semakin menggambarkan demokrasi liberal yang sedang berlangsung menuju kegagalan nya .
Pengusung demokrasi liberal justru tidak sadar bawah demokrasi yang mereka usung telah mengalami kegagalan justru masih teriak teriak curang Tersetruktur, Sistemik dan Masif .TSM kata mereka .Guru besar pun sekelas Rafly Harun, Eep Syaifullah Fatah ,tidak berani mengatakan kegagalan demokrasi liberal yang mereka usung ketika terjadi reformasi .
Setelah 20 tahun yang lalu kemudian diberlakukan UUD 2002 ternyata membuat bangsa ini semakin terpuruk dan Pengusung Demokrasi Liberal itu tetap ngotot walau telah mengusung dan menjadikan Jokowi menjadi Presiden .
Keadaan hari ini ya kerja -kerja mereka pengusung Demokrasi Liberal .Yang telah menggusur permusyawaratan perwakilan .
Dulu Jokowi di puja-puja dan mereka ini yang menjadikan nya Presiden sekarang mereka caci-maki dan terang terangan ingin melengserkan nya .
Th2019 Eep Sayaifullqh Fatah itu tim sukses nya Jokowidodo.Gunawan Muhammad,Butet Kartarejasa pendukung paling militan . sekarang berbalik arah dan tidak merasa punya beban moral dan itulah demokrasi liberal .
Bung Karno dalam pidato di BPUPKI Rapat besar pada tanggal 15-7-2605 dibuka Jam 10.20 mengatakan:
“Maka oleh karena itu jikalau kita betul-betul hendak mendasarkan negara kita kepada faham kekeluargaan, faham tolong menolong, faham gotong royong, faham keadilan sosial, enyakanlah tiap-tiap pikiran,tiap-tiap faham individualisme dan liberalisme daripadanya.”
Jadi mengapa pendiri negeri ini anti terhadap individualisme, liberalisme, kapitalisme? Sebab semua itu sumber dari kolonialisme imperalisme, yang menjadi perjuangan bangsa ini untuk melawannya dengan mengorbankan harta darah, nyawa.
Individualisme, liberalisme, kapitalisme juga oleh pendiri negeri ini dianggap sistem yang salah. Sebab telah mengakibatkan kesengsaraan manusia di muka bumi akibat perang dunia ke satu dan perang dunia kedua.
Maka dari itu bangsa ini harus menggugat terhadap amandemen UUD 1945 yang justru bertentangan dengan dasar negara Pancasila.
Akibat diganti nya UUD 1945 dengan UUD 2002. Sistem ketatanegaraan kita tidak sesuai dengan Pancasila dan pembukaan UUD 1945.
“Maka oleh karena itoe, djikalau kita betoel-betoel hendak mendasarkan negara kita kepada faham kekeloeargaan, faham tolong-menolong, faham gotong-royong, faham keadilan sosial, enjah kanlah tiap-tiap pikiran, tiap-tiap faham individualisme dan liberalisme dari padanja……”
Mari kita buka sejarah bagaimana orang tua kita, para pendiri negeri ini membentuk UUD 1945, membuat sistem bernegara di sidang BPUPKI.
“Toean-toean dan njonja-njonja jang terhormat. Kita telah menentoekan di dalam sidang jang pertama, bahwa kita menjetoedjoei kata keadilan sosial dalam preambule.
Keadilan sosial inilah protes kita jang maha hebat kepada dasar individualisme.
Tidak dalam sidang jang pertama saja telah menjitir perkataan Jaures, jang menggambarkan salahnja liberalisme di zaman itoe, kesalahan demokrasi jang berdasarkan kepada liberalisme itoe.
Tidakkah saja telah menjitir perkataan Jaures jang menjatakan, bahwa di dalam liberalisme, maka parlemen mendjadi rapat radja-radja, di dalam liberalisme tiap-tiap wakil jang doedoek sebagai anggota di dalam parlemen berkoeasa seperti radja.
Kaoem boeroeh jang mendjadi wakil dalam parlemen poen berkoeasa sebagai radja, pada sa’at itoe poela dia adalah boedak belian daripada si madjikan, jang bisa melemparkan dia dari pekerdjaan, sehingga ia mendjadi orang miskin jang tidak poenja pekerdjaan.
Inilah konflik dalam kalboe liberalisme jang telah mendjelma dalam parlementaire demokrasinja bangsa2 Eropah dan Amerika.
Toean-toean jang terhormat. Kita menghendaki keadilan sosial.
Boeat apa grondwet menoeliskan, bahwa manoesianja boekan sadja mempoenjai hak kemerdekaan soeara, kemerdekaan hak memberi soeara, mengadakan persidangan dan berapat, djikalau misalnja tidak ada sociale rechtvaardigheid jang demikian itoe?
Boeat apa kita membikin grondwet, apa goenanja grondwet itoe kalau ia ta’dapat mengisi “droits de l’homme et du citoyen” itoe tidak bisa menghilangkan kelaparannja orang jang miskin jang hendak mati kelaparan.
Maka oleh karena itoe, djikalau kita betoel-betoel hendak mendasarkan negara kita kepada faham kekeloeargaan, faham tolong-menolong, faham gotong-royong, faham keadilan sosial, enjah kanlah tiap-tiap pikiran, tiap-tiap faham individualisme dan liberalisme dari padanja.
Marilah kita menoendjoekkan keberanian kita dalam mendjoendjoeng hak kedaulatan bangsa kita, dan boekan sadja keberanian jang begitoe, tetapi djoega keberanian mereboet faham jang salah di dalam kalboe kita.
Keberanian menoendjoekkan, bahwa kita tidak hanja membebek kepada tjontoh2 oendang2 dasar negara lain, tetapi memboeat sendiri oendang2 dasar jang baroe, jang berisi kefahaman keadilan jang menentang individualisme dan liberalisme; jang berdjiwa kekeloeargaan, dan ke-gotong-royongan.
Keberanian jang demikian itoelah hendaknja bersemajam di dalam hati kita.
Kita moengkin akan mati, entah oleh perboeatan apa, tetapi mati kita selaloe takdir Allah Soebhanahoewataala.
Tetapi adalah satoe permintaah saja kepada kita sekalian: Djikalau nanti dalam zaman jang genting dan penoeh bahaja ini, djikalau kita dikoeboerkan dalam boemi Indonesia, hendaklah tertoelis di atas batoe nisan kita, perkataan jang boleh dibatja oleh anak-tjoetjoe kita, jaitoe perkataan: “Betoel dia mati, tetapi dia mati tidak sebagai pengetjoet”
Tata negara kita tidak lagi mengunakan norma-norma Panca Sila ini bisa kita lihat bagaimana para konglemerat bisa menguasai tanah seluas jutaan heaktar yang akhirnya sama artinya telah terjadi Neo Kolonialisme yang dilegalkan.
Eksperimen ketata negaraan yang akhirnya hanya njiplak sana njiplak sini sesungguhnya telah menistakan para pendiri negeri ini dan bangsa ini semakin terpuruk yang akhirnya hanya kembali pada penjajahan dan Neo Kolonialisme sebab mereka yang memimpin ingin enak nya saja ingin menikmati kekayaan dan melupakan Amanat Penderitaan Rakyat.
Persoalan Ideologi Pancasila ini harus jelas dulu, sebab yang disebut Ideologi Panca Sila itu adalah Ideologi Negara Berdasarkan Panca Sila. Dan tafsir itu sudah dibuat oleh pendiri negara ini yang dimaksud Ideologi Negara Berdasarkan Pancasila adalah UUD 1945 asli mulai dari Pembukaan, Batang Tubuh, dan Penjelasannya, itulah ideologi Negara berdasarkan Panca Sila.
Keadaan menjadi kacau, sebab Panca Sila yang seharusnya menjadi dasar negara diabaikan. Mana bisa demokrasi dengan pemilihan langsung yang jelas mempertarungkan dua kubu atau lebih disamakan dengan Gotong royong, disamakan dengan Persatuan Indonesia, disamakan Dengan Kerakyatan yang dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan Dalam Permusyawaratan/Perwakilan.
Usaha mencangkokan Pancasila dengan demokrasi liberal adalah bentuk pengkhianatan terhadap ideologi Pancasila .
Oleh sebab itu Pemilu 2024 harus kita akhiri free fight liberalism dan kita kembalikan Pancasila dan UUD 1945.