Oleh: Karyudi Sutajah Putra, Mantan Tenaga Ahli DPR RI

Jakarta, Fusilatnews – Berebut kue kekuasaan. Itulah yang terjadi dengan partai politik-partai politik di Senayan. Mereka kini mulai memperebutkan lagi kursi Pimpinan DPR, setelah kursi Pimpinan MPR habis dibagi antar-semua unsur.
Adalah Presiden Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Ahmad Syaikhu yang mengusulkan agar seluruh fraksi memiliki keterwakilan sebagai pimpinan di DPR RI. Tujuannya: mempermudah komunikasi antar-parpol di Senayan.
Artinya, di Pimpinan DPR akan ada 9 orang yang mewakili seluruh fraksi di DPR. Saat ini jumlah Pimpinan DPR “hanya” 5 orang.
Usulan itu dikemukakan Ahmad Syaikhu saat bertemu Ketua MPR RI Bambang Soesatyo di Kantor PKS, Pasar Minggu, Jakarta Selatan, Senin (8/7/2024).
Gayung bersambut. Bamsoet, panggilan akrab Bambang Soesatyo menyetujui usulan tersebut. Ia mengakui komunikasi antar-fraksi/parpol dan Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI di Senayan lebih lancar setelah semua unsur punya perwakilan di kursi Pimpinan MPR.
Mekanisme pemilihan Pimpinan MPR diatur dalam Pasal 15 ayat (1) Undang-Undang No 2 Tahun 2018 tentang MPR, DPR, DPD dan DPRD atau UU MD3 yang menyatakan, Pimpinan MPR terdiri atas Ketua dan Wakil Ketua yang merupakan representasi dari masing-masing fraksi dan kelompok anggota yang dipilih dari dan oleh anggota MPR.
Saat ini jumlah Pimpinan MPR ada 10 orang dari sebelumnya 8 orang. Yakni 1 orang Ketua dan 9 Wakil Ketua.
Mereka adalah Bambang Soesatyo (Ketua/Partai Golkar), Ahmad Basarah (PDI Perjuangan), Ahmad Muzani (Partai Gerindra) dan Lestari Moerdijat (Partai Nasdem).
Lalu, Jazilul Fawaid (Partai Kebangkitan Bangsa/PKB), Syarief Hasan (Partai Demokrat), Hidayat Nur Wahid (PKS), Yandri Susanto (Partai Amanat Nasional/PAN), Amir Uskara (Partai Persatuan Pembangunan/PPP), dan Fadel Muhammad (DPD).
Adapun Pimpinan DPR saat ini berjumlah 5 orang, terdiri atas 1 orang Ketua dan 4 orang Wakil Ketua. Mereka adalah Puan Maharani (Ketua/PDIP), Loedwijk Freidrich Paulus (Golkar), Sufmi Dasco Ahmad (Gerindra), Rachmat Gobel (Nasdem) dan Muhaimin Iskandar (PKB).
Adapun mekanisme pemilihan Pimpinan DPR diatur dalam Pasal 427D UU MD3 yang didasarkan atas sistem proporsional atau jumlah kursi terbanyak.
Jika usulan Presiden PKS itu terealisasi, maka Pimpinan DPR akan terdiri atas 9 orang yang mewakili seluruh fraksi di DPR. Artinya, Pimpinan DPR akan ditambah dengan perwakilan dari 4 fraksi lainnya, yakni Demokrat, PKS, PAN dan PPP.
Untuk menambah jumlah Pimpinan DPR maka Pasal 427D harus diamandemen. Nah, amandemen ini bisa liar. Bisa merembet ke soal lain, misalnya Pimpinan DPR dipilih dengan sistem paket, bukan dengan sistem proporsional.
Dus, PDIP yang saat ini berseberangan dengan Koalisi Indonesia Maju (KIM) yang mendukung Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka, Presiden-Wakil Presiden terpilih di Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024, bisa ditelikung seperti pada 2014. Yang paling berpotensi menelikung adalah Golkar dan Gerindra, parpol peraih kursi dengan jumlah di bawah PDIP sebagai ranking 2 dan 3.
Alhasil, usulan Presiden PKS Ahmad Syaikhu untuk menambah jumlah Pimpinan DPR bisa menjadi bola liar. PDIP sebagai pemenang Pemilu 2024 bisa terjegal seperti pada 2014 yang gagal merebut kursi Ketua DPR karena pemilihan dilakukan dengan sistem paket.
Tidak itu saja. Usulan tersebut jika terealisasi juga akan kian membebani anggaran negara. Jika jumlah pimpinan DPR bertambah, maka anggaran pun akan bertambah, baik untuk tunjangan, rumah dinas, mobil dinas, maupun ajudan dan sebagainya.
Padahal, kinerja DPR dari tahun ke tahun terus merosot. Pada masa sidang IV tahun sidang 2023-2024, misalnya, DPR hanya mampu mengesahkan 2 undang-undang dari 47 Rancangan UU Prioritas 2024.
Itu di bidang legislasi. Kinerja DPR di bidang anggaran dan pengawasan juga tidak optimal.
Apakah usulan Presiden PKS itu memang dimaksudkan untuk keadilan dan kesejahteraan, seperti visi-misi dan nama partainya, paling tidak keadilan dan kesejahteraan bagi elite parpol?
Kita tunggu saja tanggal mainnya!