Oleh: Roso Daras
Saya menunda lebih dari satu bulan untuk menuliskan informasi ini di blog karena pertimbangannya cukup banyak, salah satunya adalah isu ini cukup kontroversial. Apalagi menyangkut dua nama besar: Sukarno dan Soeharto, Presiden RI pertama dan penggantinya.
Sumbernya adalah Ki Utomo Darmadi, seorang purnawirawan Kapten TNI-AD yang kebetulan banyak mengetahui jalannya sejarah karena berada di lingkar satu Istana. Menjadi tentara sejak 1945, Ki Utomo—yang juga adik kandung pahlawan PETA, Suprijadi—adalah sosok vokal dalam banyak forum nasionalis. Tidak jarang ia melontarkan kritik tajam, termasuk kepada Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, di forum terbuka.
Saya bertemu Ki Utomo dalam forum peringatan Hari Lahir Pancasila, 1 Juni 2010, di Aula DHN ’45, Gedung Joang 45, Menteng, Jakarta Pusat. Ia mengatakan bahwa orang boleh menghujat Pak Harto, tetapi Pak Harto adalah penyelamat Bung Karno. Tanpa Pak Harto, Bung Karno bisa saja “dieret-eret” di jalanan, dan nasib anak-anaknya pun bisa berbeda.
Ki Utomo kemudian menceritakan peristiwa tahun 1963, ketika Bung Karno sudah meramalkan bahwa Pak Harto-lah yang akan menggantikannya sebagai Presiden RI ke-2.
Terdapat dua peristiwa bersejarah yang menjadi bukti ramalan itu:
- Setelah Pak Harto sukses sebagai Panglima Komando Mandala dalam Operasi Trikora untuk mengembalikan Irian Barat, Bung Karno memulai Operasi Dwikora (Ganyang Malaysia) pada 1963. Sebagai Panglima ditunjuk Oemar Dhani dari Angkatan Udara. Pak Harto sempat kecewa dan menghadap Bung Karno untuk menyatakan niatnya “mengundurkan diri”. Bung Karno bertanya, “Kalau pensiun, terus kamu mau jadi apa?” Soeharto menjawab, “Kalau diizinkan, jadi Gubernur Irian Jaya.” Bung Karno menolak, berkata, “Tidak… kamu bukan gubernur… terus tirakat… kamu di atas gubernur.”
Ki Utomo menekankan bahwa pernyataan Bung Karno itu merupakan isyarat bahwa Pak Harto kelak menjadi Presiden, karena posisi “di atas gubernur” secara teritorial memang merujuk pada Presiden. - Peristiwa sidang kabinet sekitar 1964, yang dihadiri Mayjen Ginting, Mayjen Sukowati, Brigjen Juhartono, dan Achmadi. Bung Karno bertanya kepada Achmadi, “Yang nanti mengganti saya, siapa?” Achmadi spontan menjawab, “Mas Yani, Bung.” Bung Karno membelalakkan mata dan berkata, “Bukan! Yang mengganti itu, yang mengenakan celana kombor,” sambil melirik ke arah Soeharto yang berada di sudut ruang.
Sejumlah jenderal Sukarnois sempat meremehkan Pak Harto karena pendidikan formalnya dianggap rendah, namun Ki Utomo mengingatkan, “Bung Karno punya ilmu ladunni… dia tahu segala sesuatu yang belum terjadi.” Sejarah mencatat bahwa beberapa jenderal tersebut akhirnya dipenjara pada era Orde Baru. Saat bertemu kembali bertahun-tahun kemudian, komentar mereka singkat: “Ternyata Bung Karno benar…”























