Berbagai tantangan yang menerpa pada 2022 mulai berdampak ke kamar, meja makan, dan dapur rumah tangga. Ya, kepercayaan rakyat terhadap perekonomian mulai tergerus.
Hal ini tercermin dan Survei Konsumen yang dilakukan Bank Indonesia (BI). Hasilnya, Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) pada Maret 2022 berada di 111.
IKK menggunakan angka 100 sebagai titik mula. Kalau masih di atas 100, maka artinya konsumen masih percaya diri dalam memandang perekonomian.
Akan tetapi, ada tendensi keyakinan itu memudar. Sebab pada Februari 2022, IKK tercatat 113,1.
“IKK Maret 2022 yang tidak setinggi bulan sebelumnya disebabkan oleh lebih terbatasnya ekspektasi terhadap kondisi ekonomi mendatang, terindikasi dari Indeks Ekspektasi Konsumen (IEK) sebesar 128,1, sedikit melambat dibandingkan 130,8 pada bulan sebelumnya. Demikian juga Indeks Kondisi Ekonomi Saat Ini (IKE) Maret 2022 yang tercatat sebesar 93,9, sedikit termoderasi dari bulan sebelumnya sebesar 95,5.
“Secara triwulanan, rata-rata IKK triwulan I 2022 masih berada pada area optimistis dengan indeks sebesar 114,6, meski sedikit menurun dibandingkan 116,7 pada triwulan IV 2021,” papar laporan BI.
Cari Kerja Susah
IKK terdiri dari dua sub-indeks yakni IKE dan IEK. IKE mencerminkan pandangan konsumen terhadap kondisi sekarang. Ini yang perlu diwaspadai, karena IKE berada di bawah 100. Artinya, konsumen tidak percaya diri, tidak yakin, pesimistis melihat kondisi ekonomi terkini.
IKE dibagi lagi menjadi tiga komponen yaitu Indeks Penghasilan Saat Ini, Indeks Ketersediaan Lapangan Kerja, dan Indeks Pembelian Barang Tahan Lama. Ketiga mencatatkan penurunan pada Maret 2022 dibandingkan bulan sebelumnya.
Kecuali Indeks Penghasilan Saat Ini, dua indeks lainnya menjauhi 100. Artinya, konsumen semakin tidak yakin dengan ketersediaan lapangan kerja dan minat untuk membeli barang tahan lama (durable goods).
Dari sisi penggunaan pendapatan, sebenarnya penghasilan yang dipakai untuk konsumsi (prospensity to consume) pada Maret 2022 naik. Pada Maret 2022 tercatat 74,4%, bulan sebelumnya 74%.
Namun, alokasi penghasilan untuk ditabung juga naik dari 15,7% pada Februari 2022 menjadi 15,9% bulan sesudahnya. Ini menandakan rumah tangga mulai bersiap untuk antisipasi skenario terburuk.
Sembako Mahal, Bunga KPR Mau Naik
Well, situasi ekonomi 2022 memang tidak mudah. Pada awal tahun, pandemi virus corona (Coronavirus Disease-2019/Covid-19) sempat menggila dengan kehadiran varian omicron. Bahkan kasus positif harian Covid-19 menyentuh rekor tertinggi pada Februari, lebih dari 64.000 orang dalam sehari.
Lonjakan kasus positif tersebut memaksa pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) memperketat pembatasan sosial. Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) di sejumlah negara naik level, yang artinya aktivitas dan mobilitas warga tidak lagi bebas.
Masih pada Februari, meletus perang Rusia-Ukraina. Perang terbesar di Eropa setelah Perang Dunia II ini menimbulkan komplikasi karena mengerek harga komoditas. Energi, pertambangan, sampai pangan semua naik. Bahkan tidak sedikit yang mengukir rekor tertinggi baru.
Saat harga komoditas internasional naik, harga jual sembako di dalam negeri pun ikut terungkit. Kenaikan harga minyak sawit mentah (Crude Palm Oil/CPO), misalnya, kemudian mendongrak harga minyak goreng.
Belum lagi ada yang namanya aura pengetatan kebijakan moneter di berbagai negara. Bank Sentral Amerika Serikat (AS) kemungkinan bakal sangat agresif dalam menaikkan suku bunga acuan, untuk meredam inflasi yang mencapai rekor tertinggi sejak 40 tahun lalu.
Saat AS (dan negara-negara lainnya) menaikkan suku bunga acuan, BI tentu tidak bisa melawan arus. Sejumlah insititusi memperkirakan MH Thamrin akan menaikkan suku bunga acuan pada semester II-2022.
Kenaikan suku bunga acuan akan berdampak ke biaya dana perbankan. Ketika biaya dana naik, maka marjin harus dikerek agar bank bisa tetap cuan.
Jadi nantinya jangan heran kalau suku bunga kredit bakal naik. Kabar buruk bagi para budak Kredit Pemilikan Rumah (KPR).
Berbagai tantangan itu tentu tidak mudah. Jadi jangan heran kalau keyakinan warga +62 terhadap prospek ekonomi mulai pudar.