Kasus sertipikat Hak Guna Bangunan (HGB) dan Hak Milik (SHM) di wilayah pemagaran laut mencerminkan praktik mafia tanah yang sistematis, terencana, dan merupakan bentuk pengkhianatan terhadap negara. Kasus ini tidak hanya mencerminkan subversi, tetapi juga menjadi aktualisasi rencana kejahatan politik terhadap kedaulatan negara (makar). Sebagian pelakunya adalah kepala desa yang bertindak sebagai pion dengan iming-iming keuntungan dari aktor-aktor besar.
Badan Pertanahan Nasional (BPN) seharusnya:
- Menolak menerbitkan sertipikat tanah yang pada kenyataannya adalah laut.
- Proaktif melaporkan pengaju sertipikat jika ditemukan indikasi pelanggaran hukum.
Namun, yang terjadi justru sebaliknya. BPN malah menerbitkan sertipikat atas nama individu-individu, yang dalam beberapa kasus bahkan terindikasi fiktif.
Jika klaim dari pihak tertentu, seperti Muanas Aidid, yang menyatakan bahwa kliennya “membeli laut dari penduduk bersertifikat” benar, maka sesuai asas fiksi hukum:
- PT. IAM seharusnya menolak membeli tanah yang sejatinya laut.
- BPN tidak boleh memproses balik nama sertipikat.
Namun, fakta menunjukkan bahwa BPN memproses balik nama tersebut, yang artinya telah melanggar hukum dua kali dan menjadi bagian dari sindikat mafia tanah.
Dalang Kejahatan: Kolaborasi Oligarki dan Penguasa
Dalang utama kejahatan ini adalah gabungan penguasa dan pengusaha (oligarki). Pemerintah sebagai pengelola administrasi, bekerja sama dengan pihak pemodal seperti PT. IAM yang melibatkan figur-figur besar seperti Aguan dan Antoni Salim. Jokowi, dalam kapasitasnya sebagai Presiden RI, menjadi aktor utama dalam kerangka besar sindikat mafia tanah ini.
Langkah Mendesak:
Untuk memastikan tegaknya hukum dan menjaga kepercayaan publik terhadap pemerintah, langkah-langkah berikut harus segera diambil:
- Upaya hukum standar oleh Polri:
- Kapolri segera mencegah para oligarki utama, termasuk Jokowi, bepergian ke luar negeri.
- Tangkap seluruh kepala desa di wilayah pemagaran laut.
- BPN segera membatalkan semua sertipikat HGB dan SHM yang diterbitkan atas laut.
- Revolusi penegakan hukum oleh masyarakat melalui DPR RI:
- DPR RI mendesak pemerintah dan aparatur penegak hukum untuk menangkap aktor intelektual utama, termasuk Jokowi, Aguan, Antoni Salim, dan pihak-pihak lainnya yang terlibat.
Kesimpulan dan Saran:
Fakta-fakta menunjukkan bagaimana pemerintahan Jokowi kerap kali bertindak sewenang-wenang, mengabaikan sistem hukum, dan membuka jalan bagi kolusi oligarki. Dalam kondisi seperti ini, tanpa desakan masyarakat pun, DPR RI dan DPD semestinya bergerak cepat demi menjaga integritas negara. Mereka harus berani memanggil Kapolri dan mempertanyakan ketidakmampuannya menangani kasus ini.
Jika DPR dan DPD serius menjalankan fungsinya, sudah selayaknya mereka:
- Mendesak Presiden untuk mencopot Kapolri Listyo Sigit Prabowo dalam waktu 2×24 jam, jika tidak ada tindakan konkret terhadap kasus ini.
- Memastikan proses hukum berjalan hingga ke akar masalah, termasuk menyeret para oligarki ke pengadilan.
Hanya dengan langkah tegas dan tanpa kompromi, persatuan dan kesatuan bangsa dapat dijaga, serta wibawa pemerintah di mata rakyat dan dunia internasional dapat dipulihkan.
Jika ada bagian yang ingin diperluas atau diringkas, silakan beri tahu!