FusilatNews – Seperti telah menjadi hukum alam, setiap bulan Ramadan dan Idul Fitri, inflasi melambung dan jalanan macet. Fenomena ini terjadi seingat hayat di kandung badan, mengiringi tradisi mudik dan konsumsi besar-besaran masyarakat Indonesia. Namun, apakah ini sekadar sikap yang telah membudaya, atau ada faktor kebijakan yang turut berperan?
Inflasi Tahunan: Pola yang Berulang
Setiap kali memasuki bulan puasa, harga pangan, terutama bahan pokok seperti beras, minyak goreng, gula, dan cabai, cenderung meningkat drastis. Ketua Dewan Ekonomi Nasional (DEN), Luhut Binsar Pandjaitan, dalam rapat kabinet bersama Presiden Prabowo Subianto, menyoroti peran cabai dalam laju inflasi. Ia bahkan berseloroh agar Prabowo mengurangi konsumsi cabai, karena komoditas ini sangat digemari masyarakat dan memiliki dampak besar terhadap inflasi.
Harga cabai yang fluktuatif memang menjadi perhatian. Pada momen-momen tertentu, seperti Ramadan dan Idul Fitri, harga cabai bahkan bisa menyamai harga daging sapi. Ketua Asosiasi Agribisnis Cabai Indonesia (AACI), Abdul Hamid, sempat menyatakan optimismenya bahwa harga cabai rawit merah akan stabil pada bulan Ramadan 2025, meskipun tetap ada kekhawatiran terhadap panen di beberapa daerah seperti Lumajang dan Sragen yang belum diperhitungkan sebelumnya.
Kemacetan Mudik: Tradisi atau Masalah Infrastruktur?
Selain inflasi, kemacetan mudik juga menjadi momok tahunan. Pada H-7 hingga H+7 Idul Fitri, jutaan orang berbondong-bondong menuju kampung halaman, menyebabkan kepadatan luar biasa di jalan tol, jalur arteri, hingga pelabuhan dan bandara. Meski pemerintah telah melakukan berbagai upaya, seperti pembangunan jalan tol, sistem ganjil-genap, hingga penyediaan moda transportasi alternatif, kenyataannya kemacetan masih menjadi realitas yang tak terhindarkan.
Apakah ini sekadar fenomena budaya yang melekat dalam masyarakat Indonesia? Atau ada kebijakan transportasi dan infrastruktur yang belum optimal? Faktanya, peningkatan kapasitas jalan sering kali tidak sebanding dengan pertumbuhan jumlah kendaraan. Selain itu, perencanaan moda transportasi massal yang lebih terintegrasi masih menjadi pekerjaan rumah bagi pemerintah.
Budaya Konsumtif dan Efek Domino Ekonomi
Sebagian besar masyarakat Indonesia memiliki kecenderungan untuk meningkatkan konsumsi selama Ramadan dan Lebaran, baik untuk kebutuhan sehari-hari maupun untuk kepentingan sosial. Ini menciptakan permintaan yang lebih tinggi dari biasanya, menyebabkan harga melambung. Di satu sisi, kondisi ini dapat menguntungkan pedagang dan sektor ekonomi tertentu, tetapi di sisi lain menekan daya beli masyarakat kelas bawah.
Pemerintah kerap mengeluarkan kebijakan stabilisasi harga, seperti operasi pasar dan subsidi pangan, tetapi efektivitasnya masih dipertanyakan. Inflasi tahunan menjelang Lebaran seharusnya tidak lagi menjadi kejutan, melainkan sesuatu yang bisa diprediksi dan diantisipasi dengan kebijakan yang lebih strategis.
Solusi: Antisipasi dan Pengelolaan yang Lebih Baik
Untuk mengatasi inflasi tahunan dan kemacetan mudik, diperlukan pendekatan yang lebih komprehensif. Beberapa solusi yang bisa diterapkan meliputi:
- Diversifikasi Produksi Pangan: Mengurangi ketergantungan pada daerah tertentu dalam produksi bahan pokok agar tidak terjadi lonjakan harga yang drastis.
- Sistem Transportasi Terintegrasi: Mengembangkan jalur alternatif, memperkuat transportasi massal, dan membangun lebih banyak rest area untuk mengurangi kemacetan.
- Edukasi Konsumen: Masyarakat perlu didorong untuk lebih bijak dalam berbelanja dan menyimpan stok bahan makanan untuk mengurangi lonjakan permintaan.
- Digitalisasi dan Prediksi Stok Pangan: Menggunakan teknologi big data untuk memprediksi kebutuhan pasar dan menghindari kelangkaan barang secara tiba-tiba.
Kesimpulan
Inflasi dan kemacetan saat Ramadan dan Idul Fitri bukan sekadar fenomena budaya, tetapi juga hasil dari kebijakan yang belum sepenuhnya efektif dalam mengelola pola konsumsi dan mobilitas masyarakat. Jika pemerintah dan masyarakat dapat lebih proaktif dalam mengantisipasi dua permasalahan ini, maka bukan tidak mungkin di masa depan kita bisa menikmati Ramadan dan Idul Fitri tanpa dihantui lonjakan harga dan kemacetan yang mengular.