Di sisi lain, keterlibatan Dito Ariotedjo sebagai pihak yang harus dimintai pertanggungjawaban pidana, jelas terlihat pada Putusan Pengadilan Tinggi DKI Jakarta nomor 58/Pid.Sus-TPK/2023/PT DKI tanggal 17 Januari 2024.
Jakarta – Fusilatnews – Kejaksaan Agung (Kejagung) RI bersama Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) digugat praperadilan oleh Lembaga Pengawasan, Pengawalan, dan Penegakan Hukum Indonesia (LP3HI)
Gugatan praperadilan melawan Kejaksaan Agung dan Komisi Pemberantasan Korupsi didaftarkan di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan, dengan nomor perkara 31/Pid.Pra/2024/PN JKT.SEL Senin (26/2/2024).
Kejaksaan Agung dan KPK digugat karena menghentikan penyidikan terhadap Menteri Pemuda dan Olahraga (Menpora) Dito Ariotedjo.
Dalam kasus korupsi menara base transceiver station (BTS) 4G dan prasarana pendukung 1,2,3,4 dan 5 yang dikelola oleh Badan Aksesibilitas Telekomunikasi dan Informasi (Bakti) Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) .Dito Ariotedjo dituding terima aliran dana senilai Rp 27 miliar
“Sah atau tidaknya penghentian penyidikan,” demikian klasifikasi perkara yang dimuat di Sistem Informasi Penelusuran Perkara (SIPP) PN Jakarta Selata, Selasa (27/2/2024).
Wakil Ketua LP3HI Kurniawan Adi Nugroho menyampaikan, gugatan ini dilakukan setelah perkara korupsi proyek BTS Bakti Kominfo yang diadili di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat telah membawa enam orang sebagai terpidana dan dua terdakwa.
Mereka yang telah menjadi terpidana adalah Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) Johnny G Plate, Direktur Utama (Dirut) Bakti, Anang Achmad Latif; dan eks Tenaga Ahli Human Development (HUDEV) Universitas Indonesia (UI) Yohan Suryanto. Kemudian, ada juga eks Komisaris PT Solitech Media Sinergy, Irwan Hermawan; eks Direktur Utama PT Mora Telematika Indonesia, Galubang Menak; dan eks Account Director of Integrated Account Departement PT Huawei Tech Investment, Mukti Ali.
Sementara itu, ada Direktur Utama PT Basis Utama Prima, Muhammad Yusrizki Muliawan dan Direktur PT Multimedia Berdikari Sejahtera, Windi Purnama yang saat ini menjasi terdakwa dan tengah diadili di Pengadilan Tipikor Jakarta.
Namun, kata Kurniawan, di antara para terdakwa atau terpidana tersebut, tidak terdapat nama Dito Ariotedjo yang di persidangan disebut secara tegas oleh beberapa saksi bahwa ia telah menerima uang sejumlah kurang lebih Rp 27 miliar untuk kepentingan menghentikan penanganan perkara yang dilakukan oleh Kejaksaan Agung.
Di sisi lain, keterlibatan Dito Ariotedjo sebagai pihak yang harus dimintai pertanggungjawaban pidana, jelas terlihat pada Putusan Pengadilan Tinggi DKI Jakarta nomor 58/Pid.Sus-TPK/2023/PT DKI tanggal 17 Januari 2024.
Menurut Kurniawan, meskipun Kejaksaan Agung telah melakukan penanganan perkara dalam bentuk penyidikan dan penuntutan terhadap beberapa pihak yang disebut dalam putusan, Kejagung tidak menaikkan status Dito Ariotedjo sebagai tersangka.
Padahal, dengan konstruksi perbuatan yang sama, Kejagung telah menetapkan Edward Hutahean dan Sadikin Rusli yang dikembangkan pada penetapan tersangka pada Akhsanul Qosasih dalam tindak pidana korupsi BTS 4G Bakti Kominfo.
“Bahwa perbuatan termohon (Kejaksaan Agung) yang melakukan tebang pilih dalam menangani perkara tindak pidana korupsi BTS Bakti Kominfo tersebut seharusnya sudah dapat dijadikan alasan bagi termohon II (KPK) untuk mengambil alih penanganan perkara (penyidikan) terhadap Dito Ariotedjo untuk selanjutnya dilimpahkan ke Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat,” kata Kurniawan.