Surabaya – Fusilatnews – Putusan kasasi Mahkamah Agung yang menghukum Gregorius Ronald Tannur 5 tahun penjara dalam kasus penganiayaan berat yang berakibat pada kematian Dini Sera adalah tidak adil dan sangat mengecewakan pihak Keluarga dan masyarakat.
Keluarga korban pembunuhan Dini Sera Afriyanti kecewa dengan hasil kasasi di Mahkamah Agung (MA) yang menghukum terdakwa Gregorius Ronald Tannur hanya 5 tahun penjara. Pengacara keluarga korban, Dimas Yemahura mengatakan, hukuman tersebut terlalu ringan untuk sebuah perkara pembunuhan.
“Terkait dengan putusan kasasi MA, saya sebagai pengacara, dan mewakili keluarga korban menyampaikan rasa prihatin atas putusan itu. Putusan itu terlalu ringan,” kata Dimas saat dihubungi dari Jakarta, Kamis (24/10/2024).
Dimas mempertanyakan putusan hakim agung di MA, yang tak melihat secara utuh rangkaian kasus yang menghilangkan nyawa Dini Sera oleh terdakwa Ronald Tannur. Menurut Dimas, kasasi MA, hanya mengacu pada pembuktian Pasal 351 ayat (3) KUH Pidana tentang penganiayaan yang menghilangkan nyawa orang lain.
Padahal, kata Dimas, pokok perkara dalam kasus kematian Dini Sera tersebut merupakan pembunuhan yang semestinya mengacu pada Pasal 338 KUH Pidana yang menjadi dakwaan utama dalam penuntutan tim Jaksa Penuntut Umum (JPU).
“Bahwa yang menyebabkan korban meninggal dunia adalah dilindas. Dan lindasan ini, sengaja dilakukan terdakwa GRT (Ronald Tannur). Kenapa MA masih mempertimbangkan memberikan hukuman ringan terhadap terdakwa,” ujar Dimas.Padahal, kata Dimas, pokok perkara dalam kasus kematian Dini Sera tersebut merupakan pembunuhan yang semestinya mengacu pada Pasal 338 KUH Pidana yang menjadi dakwaan utama dalam penuntutan tim Jaksa Penuntut Umum (JPU).
“Bahwa yang menyebabkan korban meninggal dunia adalah dilindas. Dan lindasan ini, sengaja dilakukan terdakwa GRT (Ronald Tannur). Kenapa MA masih mempertimbangkan memberikan hukuman ringan terhadap terdakwa,” ujar Dimas.
Dimas melanjutkan, putusan MA yang tak mempertimbangkan adanya kejanggalan dalam vonis bebas dari Pengadilan Negeri (PN) Surabaya sebelumnya. Vonis bebas dari PN Surabaya, yang menjadi dasar pengajuan kasasi tersebut, terbukti tercemar atas dugaan praktik tindak pidana korupsi berupa suap, dan gratifikasi dari pihak terdakwa, kepada para hakim pemutus perkara.
“Kita ketahui bersama-sama bahwa, putusan yang ada di Surabaya itu mengandung unsur dugaan korupsi berupa penyuapan dan gratifikasi yang diduga dilakukan oleh pengacara kepada hakim-hakimnya,” ujar Dimas.
Pada Rabu (23/10/2024) penyidik Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus)-Kejaksaan Agung (Kejagung) menangkap tiga hakim PN Surabaya yang memutus bebas Ronald Tannur. Tiga hakim tersebut, Erintuah Damanik (ED), Mangapul (M), dan Heru Hanindyo (HH). Selain tiga hakim, penyidik Jampidsus juga menangkap pengacara Lisa Rahmat (LR) yang menjadi pihak pemberi suap-gratifikasi. Sebab itu, kata Dimas, tak semestinya hakim MA, dalam kasasinya mengabaikan semua pertimbangan pemberatan terhadap terdakwa.
“Pada intinya, kami sangat kecewa. Lima tahun itu sangat ringan. Dan pasal yang digunakan untuk penghukuman tidak sesuai dengan pokok perkara masalah ini,” ujar Dimas.
Sebelumnya MA mengabulkan permohonan kasasi ajuan JPU atas vonis bebas terdakwa Gregorius Ronald Tannur, pelaku pembunuhan Dini Sera Afriyanti. MA dalam putusan kasasinya, menghukum Ronald Tannur dengan penjara selama 5 tahun.Hasil kasasi tersebut, mengubah putusan Pengadilan Negeri (PN) Surabaya, Jawa Timur (Jatim) yang sebelumnya memvonis bebas Ronald Tannur sebagai terdakwa.
“Amar putusan: Kabul.” begitu bunyi putusan kasasi yang disitat dari laman resmi MA, Rabu (23/10/2024). Putusan tersebut, diundangkan pada Selasa (22/10/2024), dan diputuskan oleh ketua majelis hakim MA, Hakim Soesilo, hakim Ainal Mardhani, dan hakim Sutarjo.
Dijelaskan dalam putusan kasasi tersebut, bahwa majelis hakim mengabulkan upaya hukum yang diajukan oleh JPU. Namun, dalam putusan disebutkan bahwa kasasi tersebut tak sepenuhnya dipenuhi. Hakim MA, tak menguatkan putusannya mengacu pada dakwaan utama terhadap Ronald Tannur terkait dengan pasal pembunuhan. Melainkan mengabulkan kasasi JPU, atas dakwaan alternatif kedua menyangkut sangkaan penganiayaan.
“Kabul kasasi penuntut umum-batal judex factie-terbukti dakwaan alternatif kedua melanggar Pasal 351 ayat (3) KUHP,” sambung putusan kasasi tersebut.
Atas putusan kasasi tersebut, hakim agung, juga menghukum terdakwa Ronald Tannur sesuai dengan dakwaan alternatif kedua terkait dengan penganiayaan yang menghilangkan nyawa orang lain tersebut. “Penjara selama 5 (lima) tahun,” demikian bunyi putusan MA.
Hukuman tersebut, jauh lebih ringan dari tuntutan JPU saat persidangan pertama di Pengadilan Negeri (PN) Surabaya, Jawa Timur (Jatim). JPU dengan dakwaan menggunakan sangkaan pembunuhan dalam Pasal 338 KUH Pidana, pada pengadilan tingkat pertama menuntut selama 12 tahun penjara dan restitusi senilai Rp 263 juta. Kepala Pusat Penerangan dan Hukum (Kapuspenkum) Kejaksaan Agung (Kejakgung) Harli Siregar mengatakan, tim JPU belum menerima salinan kasasi tersebut.
“Kami belum menerima. Dan putusan itu, harus diserahkan dulu ke Kejaksaan Surabaya, untuk nanti dipelajari,” ujar Harli.