Ada yang bilang, Partai Golkar itu ibarat pohon beringin yang kokoh, besar, dan rindang sejak zaman Orde Baru. Akarnya menghunjam dalam, dahannya menjulang tinggi, dan daunnya melambai-lambai penuh wibawa. Di bawah naungannya, banyak yang mencari perlindungan, dan tak sedikit pula yang menganggapnya sebagai simbol kekuatan politik yang tak tergoyahkan.
Tapi, tunggu dulu. Setelah kejadian baru-baru ini, kita semua sepertinya harus mulai memeriksa ulang metafora beringin ini. Airlangga Hartarto, sang nakhoda yang selama ini memimpin kapal besar Golkar, tiba-tiba mengibarkan bendera putih. Bukan karena badai politik yang terlalu ganas, tapi lebih karena kapal yang selama ini dianggap tak mungkin tenggelam, mulai bocor di banyak tempat.
Mundurnya Airlangga seolah menjadi lonceng tanda bahwa beringin yang selama ini berdiri kokoh mulai miring, siap-siap rubuh. Di tengah kegalauan ini, isu-isu tentang siapa yang akan menggantikan Airlangga makin kencang berhembus. Banyak yang berbisik bahwa calon ketua umum baru bukanlah sosok yang akan menegakkan kembali beringin yang mulai tumbang, melainkan seseorang yang siap menjadi penebang pohon besar itu.
Bayangkan, pohon beringin yang selama ini menjadi simbol kekuatan dan kestabilan politik akan segera dicincang-cincang oleh rezim yang berkuasa. Pohon itu tak lagi menjadi tempat berlindung, melainkan tumpukan kayu bakar untuk menghangatkan singgasana penguasa. Di bawah pemerintahan baru, Golkar mungkin tak lebih dari sekedar alat politik yang diperalat.
Kalau dulu Golkar adalah partai yang tak kenal mundur, kini mereka harus berhadapan dengan kenyataan pahit bahwa kekuatan mereka tak lagi mutlak. Beringin yang dulu begitu gagah, kini mulai kehilangan daun, dahan-dahannya rapuh, dan akarnya sudah tak sekuat dulu. Pertanyaannya, apakah pohon besar ini akan dibiarkan tumbang begitu saja? Atau justru akan ditebang dan dijadikan bahan bakar untuk kepentingan penguasa saat ini?
Satu hal yang pasti, era keemasan beringin sudah di ujung tanduk. Dan jika pohon beringin itu benar-benar rubuh dan dicincang-cincang oleh ketum baru yang menjadi boneka rezim, Golkar mungkin hanya akan menjadi bayang-bayang dari masa lalu. Sebuah pohon yang dulu kokoh, kini siap diubah menjadi serpihan-serpihan kayu yang tak lagi berarti.