Menarik untuk ditela’ah, apa penyebab Habib Bahar Bin Smith, ditetapkan sebagai tersangka, ternyata, dalam kasus lain, yaitu KM50. Bukan yang selama ini diduga dan menjadi diskursus masyarakat, yaitu berseteru dengan ujaran Mayjen Dudung, soal Tuhan Bukan Orang Arab.
Tim penyidik Polda Jawa Barat (Jabar) menetapkan penceramah Bahar bin Smith (BS) sebagai tersangka kasus dugaan penyebaran informasi bohong atau hoaks. Kasus itu berkaitan dengan ceramahnya di Kabupaten Bandung, Jawa Barat.
Direktur Reserse Kriminal Khusus Polda Jabar, Kombes Arief Rachman mengatakan, tim penyidik telah menemukan dua alat bukti yang sah dan mendukung penetapan Bahar bin Smith sebagai tersangka.
Ada hal yang menarik dari perisitiwa HBBS ini, yaitu Dir Reserse Khusus Polda jabar menemukan 2 barang bukti, sebagai dasar penetapan menjadi tersangka.
Menjadi teka-teki, apa gerangan kedua barang bukti tersebut? Bila itu rekaman ceramah, berkaitan dengan peristiwa KM50 tersebut, adalah dikatakan sebagai informasi bohong dan hoax.
Kita tahu semua, bahwa proses hukum KM50 sedang berlangsung saat ini. Semua peristiwa yang terjadi di Pengadilan, tersebut menjadi Publik opini. Apapun yang dibicarakan publik, adalah proses menjadi pembentukan Opini Umum, yang kemudian bisa jadi tidak jelas apakah menjadi benar atau salah. Ia sering disebut desas desus.
Sampai Pengadilan KM50 itu menetapkan siapa yang bersalah, dan kasusnya sudah inkrah, maka fakta yuridislah, yang kemudian bisa menjadi dasar hukum, seseorang dinyatakan berbohong, atau menyebarkan berita hoax.
Menurut hemat kami, sejatinya Bahar Bin Smith, tidak perlu sampai harus ditetapkan sebagai tersangka, apalagi ditahan, cukup dibantah dengan keterangan resmi dari pihak yang berwajib. Ini dimaksudkan, agar masyarakat tidak terpropokasi oleh ujaran Ustad tersebut.
Pasal 77 huruf a KUHAP:
Pengadilan negeri berwenang untuk memeriksa dan memutus, sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam undang-undang ini tentang: a. sah atau tidaknya penangkapan, penahanan, penghentian penyidikan atau penghentian penuntutan;
Lebih lanjut, Putusan MK Nomor 21/PUU-XII/2014 tanggal 28 April 2015, memberikan Pengertian tentang “bukti yang cukup” yaitu berdasarkan dua alat bukti ditambah keyakinan penyidik yang secara objektif (dapat diuji objektivitasnya) mendasarkan kepada dua alat bukti tersebut telah terjadi tindak pidana dan seseorang sebagai tersangka pelaku tindak pidana.
Pasal 66 ayat (1) dan ayat (2) Perkap Pengawasan Dan Pengendalian Penanganan Perkara Pidana Di Lingkungan Kepolisian Negara Republik Indonesia