Jakarta, Fusilatnews – Jumat, 23 Mei 2025, media nasional detik.com menghapus sebuah artikel yang ditulis oleh Yogi Firmansyah dengan judul “Jenderal di Jabatan Sipil: Di Mana Merit ASN?” yang tayang pada Kamis, 22 Mei 2025.
Artikel tersebut berisi kritik atas pengangkatan Letnan Jenderal Djaka Budi Utama sebagai Direktur Jenderal Bea Cukai Kementerian Keuangan yang dinilai melanggar meritokrasi di lingkungan Aparatur Sipil Negara (ASN).
Redaksi detik.com menyampaikan bahwa penghapusan artikel itu dilakukan atas permintaan penulis karena alasan keselamatan dirinya.
Melansir pemberitaan tempo.co, setelah artikel tersebut tayang penulis mendapatkan teror berupa diserempet dan didorong di perjalanan hingga terjatuh sebanyak dua kali oleh dua orang tidak dikenal.
Koalisi Masyarkat Sipil untuk Reformasi Sektor Keamanan mengecam keras tindakan teror dan intimidasi terhadap warga negara yang menyampaikan kritik atas kebijakan negara, khususnya terkait peran dan posisi militer dalam kehidupan sipil.
“Dalam negara demokratis dan berdasarkan prinsip negara hukum, kritik merupakan bagian sah dari partisipasi publik yang dilindungi oleh konstitusi. Tindakan kekerasan terhadap warga sipil hanya karena menyampaikan kritik adalah bentuk pelanggaran hak asasi manusia dan ancaman serius terhadap kebebasan berekspresi,” kata Direktur Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) M Isnur dalam rilisnya, Sabtu (24/5/2025).
Ia menyoroti peristiwa teror seperti yang dialami YF bukanlah kejadian tunggal, melainkan bagian dari pola kekerasan berulang yang muncul sejak gelombang penolakan terhadap revisi Undang-Undang TNI, dari UU No 34 Tahun 2004 menjadi UU No 3 Tahun 2025 bergulir.
“Dalam dua bulan terakhir, kami mencatat sejumlah insiden teror berupa, pengintaian, intimidasi, serta serangan fisik dan digital yang dialami oleh akademisi, aktivis, jurnalis, mahasiswa dan warga sipil yang menyampaikan pandangan kritis terhadap keterlibatan TNI dalam urusan sipil,” jelasnya.
Isnur mencatat, sebelum peristiwa penghapusan tulisan YF ini, terdapat berbagai macam teror dan intimidasi yang menyasar berbagai kalangan dalam konteks kritik terhadap pelibatan TNI dalam ruang sipil.
Antara lain, kata Isnur, pertama intimidasi TNI dalam diskusi mahasiswa berkaitan penolakan RUU TNI di Universitas Udayana, Bali, UIN Walisongo, Semarang, dan Universitas Indonesia, Depok, Jawa Barat.
Kedua, pengiriman kepala babi dan bangkai tikus yang ditujukan kepada para jurnalis Tempo.
Ketiga, serangan terhadap pembela hak asasi manusia (HAM) berupa ancaman fisik dan kriminalisasi terhadap Andri Yunus dan Javier yang menginterupsi rapat tertutup DPR di Hotel Fairmont, Jakarta.
Keempat, teror yang menyasar kantor KontraS pasca-membongkar adanya rapat tertutup di Hotel Fairmont yang dilakukan DPR untuk membahas Revisi UU TNI.
Kelima, intimidasi dalam bentuk pengintaian yang menyasar kantor KontraS pasca-pengesahan UU TNI.
Keenam, intimidasi yang ditujukan bagi mahasiswa UII yang menjadi pemohon judicial review UU TNI di Mahkamah Konstitusi.
Isnur memandang tindakan pembiaran terhadap pola kekerasan seperti ini, tanpa penyelidikan menyeluruh, akuntabilitas, dan pemulihan korban, adalah bentuk pengabaian tanggung jawab konstitusional oleh pemerintah dan aparat penegak hukum.
“Kami menilai tindakan-tindakan teror ini sangat berkaitan dengan sikap kritis masyarakat sipil terhadap rencana atau kebijakan yang membuka ruang kembalinya praktik dwifungsi militer, sebagaimana terlihat dalam revisi UU TNI, Peraturan Presiden (Perpres) No 66 Tahun 2025 tentang Pelibataniliter di Kejaksaan, dan penempatan perwira aktif di jabatan sipil.
“Kritik terhadap kebijakan tersebut bukanlah ancaman, melainkan alarm demokrasi yang wajib didengar dan ditanggapi secara substantif, bukan dibungkam melalui kekerasan,” terangnya.
Adapun Koalisi Masyarkat Sipil untuk Reformasi Sektor Kemananan, selain YLBHI terdiri atas Imparsial, KontraS, PBHI, Amnesty International Indonesia, ELSAM, Human Right Working Group (HRWG), WALHI, SETARA Institute, Centra Initiative, Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta, LBH Pers, LBH Masyarakat, LBH Surabaya Pos Malang, Aliansi untuk Demokrasi Papua (ALDP), Public Virtue, Institute for Criminal Justice Reform (ICJR), Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Jakarta, Perhimpunan Pembela Masyarakat Adat Nusantara (PPMAN), dan De Jure.