Oleh: Karyudi Sutajah Putra
Jakarta, Fusilatnews – Indonesia Police Watch (IPW) mengapresiasi Kapolres Jakarta Selatan Kombes Ade Rahmat Idnal yang memproses hukum secara tegas kasus pembunuhan FA yang diduga dilakukan oleh anak pemilik klinik kesehatan Prodia setelah adanya pergantian Kepala Satuan Reserse Kriminal (Kasatreskrim) dari AKBP Bintoro ke AKBP Gogo Galesung, Agustus 2024 lalu.
Bahkan Indonesia Police Watch (IPW) mendapatkan informasi bahwa uang yang diduga mengalir ke AKBP Bintoro dari korban pemerasan pemilik klinik kesehatan Prodia itu hanya sebesar Rp5 miliar, bukan Rp20 miliar seperti yang telah dirilis IPW sebelumnya.
Sementara itu, bekas Kasatreskrim Polres Jakarta Selatan AKBP Bintoro sendiri, Minggu (26/1/2025), membantah telah melakukan pemerasan Rp20 miliar terhadap bos Prodia. Dalam unggahan di akun media sosialnya yang telah viral itu, AKBP Bintoro menyatakan tuduhan dirinya menerima uang Rp20 miliar sangat mengada-ada.
“Saya sangat membuka diri dengan sangat transparan untuk dilakukan pengecekan terhadap percakapan handphone saya keterkaitan dengan ada tidaknya hubungan saya dengan saudara AN, karena selama ini saya tidak pernah berkomunikasi secara langsung dengan yang bersangkutan,” ungkapnya.
Menurutnya, dirinya sudah memberikan data seluruh rekening koran bank yang dimilikinya, dan jika diperlukan nomor rekening istri dan anak-anaknya siap untuk dilakukan pemeriksaan. Bahkan dirinya memohon dilakukan penggeledahan di rumahnya untuk mencari tahu apakah ada uang miliaran rupiah seperti dituduhkan itu.
Bintoro juga menyampaikan, dirinya digugat secara perdata di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan dalam perkara yang sama. Namun gugatannya berbeda karena dituduh menerima Rp5 miliar tunai dan Rp1,6 miliar secara transfer sebanyak tiga kali ke nomor rekening dirinya.
Gugatan terhadap AKBP Bintoro terdaftar dengan register nomor perkara: 30/Pdt.G/2025/PN JKT SEL dengan penggugat Arif Nugroho dan Muhammad Bayu Hartoyo. Sementara tergugatnya adalah AKBP Bintoro, AKP Mariana, AKP Ahmad Zakaria, Evelin Dohar Hutagalung, dan Herry.
“Pastinya, penanganan proses hukum di kepolisian atas kematian FA yang berusia 16 tahun dengan tersangka Arif Nugroho dan Muhammad Bayu Hartoyo anak dari pemilik Prodia itu atas perintah langsung dari Kapolres Jakarta Selatan. Lantaran penanganan kasusnya jalan di tempat,” kata Ketua IPW Sugeng Teguh Santoso di Jakarta, Minggu (26/1/2025).
Padahal, kata Sugeng, penetapan tersangka atas keduanya diumumkan oleh AKBP Bintoro selaku Kasatreskrim Polres Jaksel pada 26 April 2024. “Sehingga dengan terkatung-katungnya proses hukum ini, Kapolres Jakarta Selatan mengusulkan memutasi AKBP Bintoro ke Polda Metro Jaya. Surat telegram mutasi dari Kapolda Metro Jaya Irjen Karyoto ditandatangani oleh Kepala Biro SDM Polda Metro Jaya Kombes Langgeng Purnomo bernomor: ST/27/2/VIII/KEP/2024,” jelas Sugeng.
“Rotasi besar-besaran di jajaran Polda Metro Jaya itu memindahkan Kasatreskrim Polres Jakarta Selatan AKBP Bintoro sebagai Penyidik Madya 6 Ditreskrimsus Polda Metro Jaya. Posisinya digantikan oleh AKBP Gogo Galesung yang saat ini sudah digantikan oleh AKBP Ardian Satrio Utomo,” lanjutnya.
Akan Memproses Pidana Pemerasan
Menurut Sugeng, lantaran kasus pidana atas tersangka Arif Nugroho dan Muhammad Muhammad Bayu Hartoyo diproses lanjut mengakibatkan tersangka yang sudah menyerahkan sejumlah uang yang terkonfirmasi oleh IPW sebesar Rp5 miliar menjadi kecewa dan menggugat ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.
Berdasarkan informasi yang diterima IPW dari sumber Perwira Tinggi Polri, kata Sugeng, terhadap AKBP Bintoro akan dilakukan proses pidana pemerasan dalam jabatan yang termasuk dalam korupsi. “Sebab dugaan aliran dana tersebut dilewatkan melalui advokat yang diduga kuasa hukum tersangka. Oleh karena itu, IPW mendesak terhadap oknum advokat tersebut juga dilakukan proses hukum pidana suap. Jelasnya, kasus dugaan pemerasan yang dilakukan oleh AKBP Bintoro tersebut harus dituntaskan sebagai cermin bagi 450 ribuan anggota Polri,” pintanya.
Pasalnya, lanjut Sugeng, kalau kasus ini tidak dituntaskan maka anggota Polri akan menilai pimpinan Polri bersikap diskriminatif dan akan ditiru oleh anggota yang lainnya untuk melakukan perbuatan yang sama dengan modus yang sama pula.
“Penuntasan kasus dugaan pemerasan oleh AKBP Bintoro merupakan ujian untuk menjaga marwah institusi kepolisian dari anggotanya yang nakal dan menyimpang dengan melakukan penyalahgunaan wewenang dan mengkhianati Tribrata dan Catur Prasetya Polri,” tandasnya.